Saturday, August 4, 2012

Para pendaki 2958 mdpl dan Taman Edelweiss

Akhir pekan.. tumpukan paper laporan profesi KGD (keperawatan Gawat Darurat) di sudut kamar sudah berhasil saya rampungkan, setelah ini tinggal kirim softcopy laporan by-email, teknologi memang mempermudah pengumpulan tugas secara on-time bagi mahasiswa maupun dosen. Waah enaknya sekedar rebahan meluruskan punggung, sambil memandangi langit-langit kamar, tanpa sadar pikiran saya melayang jauh, minggu depan ujian. Stase terberat dalam profesi harus bisa saya lalui, saya berjanji akan menghadiahi diri sendiri dengan sesuatu yang beda, unik, sebagai ungkapan rasa syukur yang teramat dalam pada Pencipta saya. Ibarat mendaki gunung, saya sudah hampir mencapai puncak. Ehh,,naik gunung?ke puncak??tiba-tiba teringat janji dengan kakak sepupu saya di Jambi tahun lalu, ia mau mengajak saya ke Kerinci jika saya lulus profesi, gunung berapi tertinggi di Indonesia (bener gak ya?). Pasti luar biasa rasanya berada di puncaknya dan teriak “ ALHAMDULILLAAAAAH PROFESII LULUUUUUSSSS!!!”

Ini adalah Puncak Pangorango ketika dilihat dari Puncak Gede, How's Wonderful!! ^^
“Eka, Sabantara mau ada rencana naik Gunung Gede tuh tanggal 14 Juli, Rezcky barusan posting di grup, ikut yuuk, kapan lagi!!” Zuni, teman sekamar saya semangat banget refreshing, dikira naik gunung refreshing, itu bukannya butuh perjuangan fisik untuk sampai ke puncaknya ya. Tapi,,”Hayuuuk,,,,aku daftarin yaa,,hehe” Daripada belum jelas kapan bisa ke Kerinci, saya latihan dulu ah ke Gunung Gede, ^_^’

Dua minggu sebelum keberangkatan, ketua rombongan kami, Rezcky tegas menyuruh saya dan teman-teman persiapan fisik. Saya ingat sms-nya: mulai sekarang lo harus paksain jogging sampe capeek dan lo gak gak kuat lagi untuk lari. Hiyaa,,ketahuan banget saya gak pernah olahraga, tapi kerjaan perawat di IGD itu gak cukup ya, ngangkatin orang, Resusitasi lebih dari 5 siklus, naik turun tangga sambil dorong pasien di tempat tidur. Satu bulan di IGD bikin massa tubuh saya turun 2kg, kerja fisik banget kan. Tapi, saya anggota yang nurut, saya sempatkan bada subuh lari keliling ui, biar kuat ceritanya, nantinya sih gak tau. Persiapan perlengkapan pribadi dan kelompok pun beres. Masih ada tuh list-nya: carrier, matras, sleeping bag, alas kaki, jaket&perlengkapan dingin, kompor, nasting, senter, raincoat, bahan2 makanan siap saji, tenda, obat-obatan pribadi. Intinya itu sih, yang lain bisa disesuaikan. 
Sebagian bahan makanan yang akan dibawa kemah
Pasukan pendakian pun siap di Jumat sore, 13 Juli 2012, kira-kira ada 14 orang yang akan berangkat bersama dari terminal Kampung Rambutan. Kami (Rezcky, Bhe, Zul, Rijal, Firman, Agung, Rakhel, Ais, Nanda, Rina, Dani, Zuni, Ladys, saya) berangkat bada isya menggunakan bis seharga Rp. 15000,00 dan naik angkot Rp.3000,00 per orang menuju pos pertama untuk bermalam sebelum hari sabtu memulai pendakian. Baru di pos pertama, udaranya terasa dingin banget ya.

Gak ada waktu untuk bincang-bincang tentang penjelasan trek atau rute, minimal bayangan gimana jalurnya, tanpa brifing, koordinasi atau penjelasan ulang rundown yang sudah di share di media sosial. Semuanya langsung istirahat, persiapan keberangkatan esok pagi, jadi sebagai pendaki pemula, ya saya seperti melakukan blind journey. Ikut aja deh apa kata ketua. Jangan-jangan semua orang dianggap sudah mengerti tentang kondisi gunung yang tidak bersahabat, atau yaah namanya juga mahasiswa plus alumni ui, harus belajar cepet lah yaa, buat apa ada internet? Browsing dulu dong sebelum berangkat. Buat saya yang tipe belajarnya praktikal, tetep aja bingung walaupun berkali-kali liat jalur pendakian Gunung Gede di internet dan khatam hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum mendaki.

Setelah sarapan nasi goreng dengan porsi berlimpah plus teh hangat, kami berangkaat. Pukul 08.00 tepat, perkiraan 6 jam mendaki melewati jalur gunung putri untuk menuju Surya Kencana (Sur-ken) yaitu padang savana dengan hamparan Edelweiss
Sebagian anggota, sebelum berangkat




Ketua membagi dalam 3 kelompok besar, saya bersama Ais, Nanda, Firman dan Bhe berada di depan. Kelompok tengah ada Ladys, Zuni, Dani dan Zul. Sisanya (Rezcky, Rakhel, Rina, Rijal, Agung) di belakang.  Katanya jeda waktu pemberangkatan hanya 2-3 menit, nah ini saya gak ngerti kenapa harus ada yang berangkat duluan-belakangan, komposisi anggota didasarkan yang keliatannya kuat dan lemah kali ya, biar ada yang menjaga atau nyemangatin. Yang kurang itu, kita gak bikin yel-yel, (loh, penting apa ya?).

Okey, perjalanan para pendaki 2958 mdpl dimulai. Bismillah, niat saya murni ya Allah, ingin bersyukur di atas ketinggian tertentu bumi-MU, maka mudahkanlah. Tidak ada kesombongan, atau niat yang dapat menjadikan futur. Berulang kali saya meyakinkan hati, saya bukan dengan sengaja membahayakan diri sendiri dan melakukan hal yang sia-sia, sehingga ketika nyawa saya harus berakhir di sana, bukan neraka yang saya dapat. (Loh, haha agak lebay sih). Saya ingat nasihat teman satu ta’lim yang melarang pendakian ini, katanya lebih banyak mudharatnya. Ahh, untung saya agak lebih sekuler sekarang, astagfirulloh. Ayoo jalaaan,,udaranya sejuuuk bangeet. Parahnya, belum ada satu jam perjalanan, bahu saya itu sudah terasa beraat bangeet, perjalanan semakin lama semakin menanjak. Jangan harap menemukan jalan datar. Kalau bertemu dataran, waah bonus tuh. Tak terhitung berapa kali saya minta istirahat. Benar-benar perjuangan, melangkahkan kaki dengan beban tas di punggung, sambil mengatur napas agar suplai oksigen ke tubuh cukup mengingat kebutuhan oksigen meningkat drastis, ditambah tenggorokan rasanya haus luar biasa. Selama perjalanan saya belajar banyak hal seperti sikap sesama pendaki yang ramah dan saling menyemangati, jika melewati rombongan lain yang sedang istirahat, saya harus menyapa dan mengatakan “Permisi,..” Waduh, di jalan raya atau gang sekitar rumah kayaknya sudah hilang kebiasaan sopan seperti itu. Jika ingin berhenti tanpa duduk, upayakan membungkuk untuk memaksimalkan aliran darah ke ekstermitas atas, doping gula merah sebagai asupan glukosa sederhana yang mudah diserap tubuh dan langsung terpakai menjadi tenaga, minum air putih hanya satu teguk dan dikumur terlebih dahulu agar tubuh adaptasi dengan kebutuhan cairan yang minim.
Kelompok depan akhirnya tinggal saya, Ais dan Firman, karena Nanda harus berpindah ke kelompok belakang. Sementara di pos ketiga Zul, Zuni, dan Dani berhasil menyusul saya. Benar-benar enam jam yang melelahkan, baru jalan 5 menit saya minta istirahat 10 menit. Waduh, kalau ingat perjalanannya mungkin saya menyerah, tapi saya tidak punya pilihan lain. Saya harus memaksakan kaki melangkah ke depan, atau tertinggal di sana, nyusahin orang. Mau balik mundur juga sudah terlalu jauh.
tim pemandu sorak saya,, sabar nungguin saya jalan

saat pendakian gunung putri




Perjalanan terus berlanjut, sebenarnya kalau menikmati, kanan-kiri hutan dan pohon-pohon tinggi itu bagus loh. Setelah melihat hamparan Taman Edelweiss itu, Subhanallah, rasanya luar biasa. Saya tidak menyangka bisa sampai juga ke sana. Ayo pandu positif  untuk seluruh pendaki 2958 mdpl, plok plok plok.. Kalian memang Hebat.. ^^
hamparan taman edelweiss ^^
Sayang edelweisnya belum "Bersemi" tapi tetap cantik ko








Saatnya istirahat, menggelar tenda, masak dan dinamika kelompok. Biasalah kalau ada kesenangan maupun keributan kecil, yang kelelahan atau teman yang staminanya masih oke. Bahkan saya salut ada anggota yang terpaksa membawa dua carrier, haha. Yang saya ingat, malamnya saya langsung mandi counterpain. Susah menemukan air, hanya ada satu sumber air di Sur-Ken, itu pun harus mengantri dengan banyak pendaki lain. Kami membawa dua tenda untuk perempuan dan satu tenda untuk laki-laki. Bayangkan dalam tenda sekecil itu kami harus berbagi tempat, seru lah kalau diingat.  Surya Kencana itu taman Edelweiss yang luas, angin yang kencang dan kalau malam kita bisa melihat lautan bintang terhampar luas. Cantik dan Romantis deh.. Sur-Ken itu pos terakhir kami menuju Puncak Gunung Gede. Jadi esok paginya, kami akan melanjutkan perjalanan sekitar 30-45 menit dengan trek yang lebih luar biasa dari jalur Gunung Putri.

Minggu pagi, subuh, gak ada adzan juga, anggota kelompok laki-laki itu rajin sudah masak makanan untuk seluruh anggota. Bener gak sih anak perempuannya lebih mager dibanding mereka? Haha, yang jelas saya gak dilibatkan untuk masak. Jadi ya terima ajalah. Sekitar pukul 07.30, kami siap packing lagi dan berangkat menuju 2958 mdpl. Oke, kembali luruskan niat, saya sudah setengah perjalanan, sekarang saya hanya ingin segera sampai di puncak dan meneriakkan kalimat syukur itu. Bismillah, berangkat!!! Dan ternyata ada teman saya satu lagi menyusul, Zaim namanya. Kami bertemu di Sur-Ken.
(Dari kiri ke kanan: Rijal, Nanda, Rina, saya, Zuni, Zaim, Rakhel, Ladys, Ais, Dani, Firman, Rezcky, Agung, Zul, Bhe)
 Perjalanan ke puncak memang luar biasa, harus berusaha keras mengatur napas. Formasi kelompok pun berubah, yang kemarin di depan jadi harus di belakang. Ah, tapi saya tetap maksa di urutan depan. Daripada tiba-tiba nge-drop. Egois banget..

Setelah perjalanan melelahkan selama kurang lebih 1 jam, saya sampai juga di PUNCAK GUNUNG GEDE...!!! Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Tuhan Semesta Alam, ternyata kalau ada niat, bisa juga naik gunung,,hehe Congratulationz.....
Waktunya foto, loh? Untuk dokumentasi dan rencana saya untuk teriak,,,haha. 
Ketua pasukan, menikmati kesegaran air setelah lelah memimpin perjalanan..^^


Foto dulu di tanda 2958 Mdpl
Tdk melewatkn kesempatan untuk Gaya
Setelah puas foto, istirahat, waktunya kembali ke rumah. Katanya yang paling penting bagi seorang pendaki bukanlah saat berada di puncak, tetapi bagaimana ia bisa kembali turun dengan selamat. Waduh,  Padahal saya merasa perjalanan pulang akan jauh lebih menguras tenaga, sementara tenaga ini tinggal sisa-sisa, karena sudah habis diperas untuk perjalanan naik. Delapan jam jalan kaki, itu kayak apa rasanya? Tapi  teringat indahnya kasur di kosan, pesan orang tua untuk segera kembali, wajah Adit yang lucu dan menggemaskan itu menjadi penyemagat saya untuk terus melangkahkan kaki menyusuri jalur Cibodas, pulang!!!. Bismillah
Kawah di antara Gede-Pangrango, tempat saya teriak,,hehe

Jalanan puncak yang berpasir
Alhamdulillah,saat perjalanan turun, saya dan teman seperjuangan saya sejak zaman akademik-profesi alias Zuni sudah merealisasikan rencana kita, teriak bersama dari atas. Semoga setelah ini, kami menemukan jalan terbaik menuju kehidupan kami masing-masing. Amin


Bener kan, perjalanan turun itu lamaa, walau sudah tidak seberat di awal, tapi mengatur langkah di tanah dengan kemiringan tertentu itu sesuatu. Perlu strategi, hehe. Kondisi badan saya sudah tidak se-fit sebelumnya, air mentah itu mempengaruhi lambung saya, campur aduk rasanya. Saya juga harus melewati turunan setan yang hanya bergantung pada tali. Luar biasa pengalamannya. 

Bhe bersiap melalui turunan setan
Nanda konsentrasi penuh melewati turunan setan
Kami terus berjalan turun menyusuri jalur pendakian Cibodas. Kali ini tidak ada formasi, semua dilakukan bersama, satu ingin istirahat, semua harus istirahat. Padahal langit sudah mulai gelap dan gak semua anggota bawa senter. Bismillah semoga kami semua selamat sampai pos terakhir, saya yakin kalau jalur itu dilewati siang hari pasti bagus, ada air terjun Cibeureum, air panas dan pemandangan hijau menyejukkan mata.
Istirahat satu, istirahat semua,,
Alhamdulillah dari puncak sekitar jam 1 siang, kami sampai di pos terakhir jam 9 malam. Berlanjut perjalanan ke Depok, waah pengalaman 2 hari 2 malam yang luar biasa. Semoga ada kesempatan untuk kembali ke sana. Aminn

Cheers_ Ns. Eka_ ^_^

2 comments:

  1. alur ceritanya udah bagus, cuma kurang ada efek2 kejadian2 lucunya yang belum diceritain... contohnya penjelasan mimik muka ketika sedang istirahat kecapean, dll hehehehe terus konflik ketika udah diatas, sama masakannya rasa, bentuk, banyaknya :D harusnya diceritain :p over all mantep.. gw belum tentu bisa nulis begituan hehehe

    ReplyDelete
  2. oh iya,,bener juga, berarti harus lebih ekspresif lagi ya,,hehe makasih atas sarannya..
    lain kali mudah-mudahan bisa diperbaiki detailnya,,hehe

    ReplyDelete