Ceritanya malam ini ngobrol bareng teman-teman kosan, gak sengaja membahas asal usul kota Pontianak yang katanya ada hubungannya dengan menangkap kuntilanak. Hoho,,itu menurut novel karya Tere Liye.
Terus nyambung ke asal daerahnya Teman saya Tina, yaitu Sirampog, yang artinya mandi di ujung. Jadi kenapa Sirampog itu lokasinya di bukit yang paling tinggi di dataran Bumiayu
Naah, saya???
saya sama sekali gak ngerti kenapa wilayah saya dibesarkan, dinamakan kota Tangerang, jadi saya langsung browsing tentang asal muasal kota Tangerang, tapi saya lupa tulis sumbernya..:((
*___*
Nama
Tangerang menurut sumber berita tidak tertulis berasal dari kata
“Tangeran”, kata “Tangeran” dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda”.
Tangeran di sini berupa tugu yang didirikan sebagai tanda batas wilayah
kekuasaan Banten dan VOC, pada waktu itu.
Tangeran tersebut
berlokasi dibagian barat Sungai Cisadane (Kampung Grendeng atau tepatnya
di ujung jalan Otto Iskandar Dinata sekarang). Tugu tersebut dibangun
oleh Pangeran Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada tugu tersebut tertulis prasasti dalam huruf Arab gundul dengan dialek Banten, yang isinya sebagai berikut :
Bismillah peget Ingkang Gusti
Diningsun juput parenah kala Sabtu
Ping Gasal Sapar Tahun Wau
Rengsena Perang nelek Nangeran
Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian
Sakebeh Angraksa Sitingsung Parahyang-Titi
Artinya terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Dengan nama Allah tetap Maha Kuasa
Dari kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu
Tanggal 5 Sapar Tahun Wau
Sesudah perang kita memancangkan Tugu
Untuk mempertahankan batas Timur Cipamugas
(Cisadane) dan Barat yaitu Cidurian
Semua menjaga tanah kaum Parahyang
Kemudian
kata “Tangeran” berubah menjadi “Tangerang” disebabkan pengaruh ucapan
dan dialek dari tentara kompeni yang berasal dari Makasar. Orang-orang
Makasar tidak mengenal huruf mati, akhirnya kata “Tangeran” berubah
menjadi “Tangerang”.
Menurut kajian buku “Sejarah Kabupaten
Tangerang” yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Tangerang bekerjasama dengan LPPM Unis Tangerang, daerah Tangerang sejak
dulu telah mengenal pemerintahan. Cerita pemerintahan ini telah
berkembang di masyarakat.
Cerita itu berawal dari tiga maulana
yang diangkat oleh penguasa Banten pada waktu itu. Tiga Maulana kemudian
mendirikan kota Tangerang itu adalah Yudhanegara, Wangsakara dan
Santika. Pangkat ketiga Maulana tersebut adalah Aria.
Pemerintahan
kemaulanaan yang menjadi pusat perlawanan terhadap penjajah di
Tigaraksa (artinya pemimpin), mendirikan benteng, disepanjang tepi
Sungai Cisadane. Kata “Benteng” ini kemudian menjadi sebutan kota
Tangerang. Dalam pertempuran melawan VOC, maulana ini berturut-turut
gugur satu persatu. Dengan gugurnya para maulana, maka berakhirlah
pemerintahan kemaulanaan di Tangerang. Masyarakat mengangap pemerintahan
kemaulanaan ini sebagai cikal bakal pemerintahan di Tangerang.
Untuk
mengungkapkan asal-usul tangerang sebagai kota “Benteng”, diperlukan
catatan yang menyangkut perjuangan. Menurut sari tulisan F. de Haan yang
diambil dari arsip VOC,resolusi tanggal 1 Juni 1660 dilaporkan bahwa
Sultan Banten telah membuat negeri besar yang terletak di sebelah barat
sungai Untung Jawa, dan untuk mengisi negeri baru tersebut Sultan Banten
telah memindahkan 5 sampai 6.000 penduduk.
Kemudian dalam Dag
Register tertanggal 20 Desember 1668 diberitakan bahwa Sultan Banten
telah mengangkat “Radin Sina Patij dan Keaij Daman” sebagai penguasa di
daerah baru tersebut. Karena dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sena
Pati dan Kyai Demang dipecat Sultan. Sebagai gantinya diangkat Pangeran
Dipati lainnya. Atas pemecatan tersebut Ki Demang sakit hati. Kemudian
tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara Banten dan VOC. Tetapi ia
terbunuh di Kademangan.
Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam
Dag Register tertanggal 4 Maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa
Tangerang pada waktu itu adalah ”Keaij Dipattij Soera Dielaga”. Kyai
Soeradilaga dan putranya Subraja minta perlindungan kompeni dengan
diikuti 143 pengiring dan tentaranya (keterangan ini terdapat dalam Dag
Register tanggal 2 Juli 1982). Ia dan pengiringnya ketika itu diberi
tempat di sebelah timur sungai, berbatasan dengan pagar kompeni.
Ketika
bertempur dengan Banten, ia beserta ahli perangnya berhasil memukul
mundur pasikan Banten. Atas jasa keunggulannya itu kemudian ia diberi
gelar kehormatan Raden Aria Suryamanggala, sedangkan Pangerang Subraja
diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Aria Soetadilaga
diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara
sungai Angke dan Cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria
Soetidilaga I. Kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada
tanggal 17 April 1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak
mempunyai hak untuk campur tangan dalam mengatur tata pemerintahan di
Tangerang. Salah satu pasal dari perjanjian tersebut berbunyi: ”Dan
harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan
yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu
daerah yang dibatasi oleh sungai Untung Jawa atau Tangerang dari pantai
Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai tersebut
dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus dari daerah
Selatan hingga utara sampai Laut Selatan. Bahwa semua tanah disepanjang
Untung Jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati kompeni”
Dengan
adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas
sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka
dipandang perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan
sungai Tangerang, karena orang-orang Banten selalu menekan penyerangan
secara tiba-tiba. Menurut peta yang dibuat tahun 1962, pos yang paling
tua terletak di muara sungai Mookervaart, tepatnya disebelah utara
Kampung Baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah
letaknya ke sebelah Selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang.
Menurut
arsip Gewone Resolutie Van hat Casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada
rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya berdinding
bambu. Kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur
Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan tersbut, bahkan
diinstruksikan untuk membuat pagar tembok mengelilingi bangunan-bangunan
dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat
melakukan penyerangan. Benteng baru yang akan dibangun untuk ditempati
itu direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan
ditempatkan 30 orang Eropa dibawah pimpinan seorang Vandrig(Peltu) dan
28 orang Makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng
adalah batu bata yang diperoleh dari Bupati Tangerang Aria Soetadilaga
I.
Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang
Eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orang-orang
Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini kemudian
menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari Banten.
Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk memperbaiki dan memperkuat
pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan baru 60 roeden agak ke
tenggara, tepatnya terletak disebelah timur Jalan Besar pal 17.
Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan
sebutan ”Benteng”. Sejak itu, Tangerang terkenal dengan sebutan Benteng.
Benteng ini sejak tahun 1812 sudah tidak terawat lagi, bahkan menurut
”Superintendant of Publik Building and Work” tanggal 6 Maret 1816
menyatakan: ”...Benteng dan barak di Tangerang sekarang tidak terurus,
tak seorangpun mau melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak
bahkan diambil orang untuk kepentingannya”
Kabupaten Tangerang
sejak ratusan tahun lalu sudah menjadi daerah perlintasan perniagaan,
perhubungan sosial dan interaksi antardaerah lain. Hal ini, disebabkan
letak daerah ini yang berada di dua poros pusat perniagaan Jakarta -
Banten.
Berdasarkan catatan sejarah, daerah ini sarat dengan
konflik kepentingan perniagaan dan kekuasaan wilayah antara Kesultanan
Banten dengan Penjajah Belanda.
Secara tutur-tinular, masa
pemerintahan pertama secara sistematis yang bisa diungkapkan di daerah
dataran ini, adalah saat Kesultanan Banten yang terus terdesak agresi
penjajah Belanda lalu mengutus tiga maulananya yang berpangkat aria
untuk membuat perkampungan pertahanan di Tangerang.
Ketiga
maulana itu adalah Maulana Yudanegara, Wangsakerta dan Santika. Konon,
basis pertahanan merka berada di garis pertahanan ideal yang kini
disebut kawasan Tigaraksa dan membentuk suatu pemerintahan. Sebab itu,
di legenda rakyat cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksasa
[sebutan Tigaraksasa, diambil dari sebutan kehormatan kepada tiga
maulana sebagai tiga pimpinan = tiangtiga = Tigaraksa].
Pemerintahan
ketiga maulana ini, pada akhirnya dapat ditumbangkan dan seluruh
wilayah pemerintahannya dikuasai Belanda, berdasar catatan sejarah
terjadi tahun 1684. Berdasar catatan pada masa ini pun, lahir sebutan
kota Tangerang. Sebutan Tangerang lahir ketika Pangeran Soegri, salah
seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun
tugu prasasti di bagian barat Sungai Cisadane [diyakini di kampung
Gerendeng, kini].
Tugu itu disebut masyarakat waktu itu dengan
Tangerang [bahasa Sunda=tanda] memuat prasasti dalam bahasa Arab Gundul
Jawa Kuno, "Bismillah peget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala
Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/ Rengsenaperang netek Nangeran/Bungas
wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang"
Arti
tulisan prasasti itu adalah: "Dengan nama Allah tetap Yang Maha
Kuasa/Dari kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar
Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan tugu/Untuk mempertahankan
batas timur Cipamugas [Cisadane] dan barat Cidurian/ Semua menjaga tanah
kaum Parahyang"
Diperkirakan sebutan Tangeran, lalu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang.
Desakan
pasukan Belanda semakin menjadi-jadi di Banten sehingga memaksa
dibuatnya perjanjian antar kedua belah pihak pada 17 April 1684 yang
menjadikan daerah Tangerang seluruhnya masuk kekuasaan Penjajah Belanda.
Sebagai wujud kekuasaannya, Belanda pun membentuk pemerintahan
kabupaten yang lepas dari Banten dengan dibawah pimpinan seorang bupati.
Para
bupati yang sempat memimpin Kabupaten Tangerang periode tahun 1682 -
1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII. Setelah keturunan Aria
Soetadilaga dinilai tak mampu lagi memerintah kabupaten Tangerang dengan
baik, akhirnya penjajah Belanda menghapus pemerintahan di daerah ini
dan memindahkan pusat pemerintahan ke Jakarta.
Lalu, dibuat
kebijakan sebagian tanah di daerah itu dijual kepada orang-orang kaya di
Jakarta, sebagian besarnya adalah orang-orang Cina kaya sehingga lahir
masa tuan tanah di Tangerang.
Pada 8 Maret 1942, Pemerintahan
Penjajah Belanda berakhir di gantikan Pemerintahan Penjajah Jepang.
Namun terjadi serangan sekutu yang mendesak Jepang di berbagai tempat,
sebab itu Pemerintahan Militer Jepang mulai memikirkan pengerahan
pemuda-pemuda Indonesia guna membantu usaha pertahanan mereka sejak
kekalahan armadanya di dekat Mid-way dan Kepulauan Solomon.
Kemudian
pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa organisasi militer,
diantaranya yang terpenting ialah Keibodan [barisan bantu polisi] dan
Seinendan [barisan pemuda]. Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan
Jakarta Ken ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M Atik Soeardi dengan
pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.
Adapun Tangerang pada waktu itu masih berstatus Gun atau kewedanan
berstatus ken (kabupaten).
Berdasar Kan Po No. 34/2604 yang
menyangkut pemindahan Jakarta Ken Yaskusyo ke Tangerang, maka Panitia
Hari Jadi Kabupaten Tangerang menetapkan terbentuknya pemerintahan di
Kabupaten Tangerang. Sebab itu , kelahiran pemerintahan daerah ini
adalah pada tanggal 27 Desember 1943. Selanjutnya penetapan ini
dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Tangerang Nomor
18 Tahun 1984 tertanggal 25 Oktober 1984.
Dalam masa-masa
proklamasi, telah terjadi beberpa peristiwa besar yang melibatkan
tentara dan rakyat Kabupaten Tangerang dengan pasukan Jepang dan
Belanda, yaitu Pertempuran Lengkong dan Pertempuran Serpong.
Pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Tangerang sebagai daerah lintasan dan berdekatan
dengan Ibukota Negara Jakarta melesat pesat. Apalagi setelah
diterbitkannya Inpres No.13 Tahun 1976 tentang pengembangan Jabotabek,
di mana kabupaten Tangerang menjadi daerah penyanggah DKI Jakarta.
Tanggal
28 Pebruari 1993 terbit UU No. 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota
Tangerang. Berdasarkan UU ini wilayah Kota Administratif Tangerang
dibentuk menjadi daerah otonomi Kota Tangerang, yang lepas dari
Kabupaten Tangerang. Berkaitan itu terbit pula Peraturan Pemerintah No.
14 Tahun 1995 tentang pemindahan Ibukota Kabupaten Dati II Tangerang
dari Wilayah Kotamadya Dati II Tangerang ke Kecamatan Tigaraksa.
Akhirnya,
pada awal tahun 2000, pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pun di
pindahkan Bupati H. Agus Djunara ke Ibukota Tigaraksa. Pemindahan ini
dinilai strategis dalam upaya memajukan daerah karena bertepatan dengan
penerapan otonomi daerah, diberlakukannya perimbangan keuangan pusat dan
daerah, adanya revisi pajak dan retribusi daerah, serta terbentuknya
Propinsi Banten.
saya adi warga tangerang, bisa ketemu kamu ga?
ReplyDelete085773238120 ni no hp saya
want to know more about u
ReplyDeleteDapatkan Jutaan Rupiah Dengan Cuma Cuma
ReplyDeleteHanya Di SumoQQ(dot)Com
Real Website Real Player, Real Winner
Silahkan Buktikan dan Bergabung Bersana kami
Dan Raih Bonus Extra Jumbo :
- Bonus Extra Jumbo Rollingan
- Bonus Refferal Seumur Hidup
CS Ramah & Profesional Siap Melayani 24 Jam
Proses Transaksi Di Jamin Super Cepat
Kartu Bagus (Easy To Winn)
Support 6 Bank Local
Minimal Deposit & Withdraw 15Rb
Jangan Mikir Lagi Bos !!
Jalan dan Kesempatan Sudah Ada Di Depan Mata
Jangan Sia2 Kan Kesempatan Yang Ada bos !!
Ingat Bahwa Kemenangan Ada Di Pilihan Anda.
Jadi Jangan Sampai Salah Pilih Situs
Ingin Jadi Jutawan SumoQQ(dot)com Solusimya !!
Hub kami Untuk Info Lebih Lanjut :
Skype : SumoQQ
Fb : SumoQQ
BBM : D8ACD825
Line : SumoQQ
WA : +855 96 497 3259
Link Alternatif :
www(dot)SumoQQ(dot)net
www(dot)SumoQQ(dot)info
www(dot)SumoQQ(dot)org
Join Sekarang !! Kami Tunggu Kehadiran Para Calon Jutawan