A.
DEFINISI
Stroke adalah defisit
neurologis yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat
adanya gangguan pembuluh darah otak/CVD. (Hudak
& Gallo, 1996). Stroke adalah deficit
neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul
secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang
terkena (WHO [1989] dalam, Sylvia [2006]). Kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay darah kebagian otak (Brunner &
Suddarth, 2002). Jadi
dapat disimpulkan, stroke adalah penyakit serebrovaskuler yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah serebral ang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat
berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian.
B.
KLASIFIKASI STROKE
1.
Menurut perjalanan
penyakit:
a.
TIA (Trans Iskemic
Attack)
Merupakan
gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
b.
Stroke Progresif
(Stroke yang sedang berkembang)
Perjalanan
stroke berlangsung perlahan meskipun akut
c.
Stroke komplit
Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan
2.
Klasifikasi stroke
menurut patologi dan gejala kliniknya:
a.
Stroke non hemoragik
Dapat
berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral. Biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran pasien umumnya baik.
b.
Stroke hemoragik
Perdarahan
intraserebralyang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan
terjadi didalam jaringan otak atau pada tempat-tempat tertentu dalam otak, spt:
ventricular, subdural dan subarachnoid. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktifitas namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun.
Stroke hemoragik yang
merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi
vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan kedalam
ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak. Perdarahan dapat secara
cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan pada struktur-struktur saraf
di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan, baik
yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua:
1) Tekanan pada pembuluh
darah akibat ekstravasasi darah kedalam tengkorak yang volumenya tetap, dan
2) Vasospasme reaktif
pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara
lapoisan araknoid dan pia mater meningen
Hemoragik Intraserebrum
Paling sering terjadi akibat cidera
vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri
kecil yang menembus jauh kedalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan
perdarahan intraserebrum paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan
aktif, sehingga kejadian sering disaksikan orang lain. Perdarahan yang terjadi
langsung ke dalam ventrikel otak jarang dijumpai. Yang sering adalah perdarahan
di dalam parenkim otak yang menembus ke dalam sistem ventrikel, sehingga bukti
perdarahan menjadi kabur. Seperti pada iskemia, deficit neurologic utama
mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang
pandang terjadi pada perdarahan oksipitalis, dan kelemahan atau paralisis pada
kerusakan korteks motorik di lobus frontalis.
Hemoragik Subaraknoid
Memiliki dua kausa utama yaitu
rupture suatu aneurisma vascular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat
massif dan ekstravasasi darah kedalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka kematian
sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab
tinggi angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan
iskemi otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi
lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
·
vasospasme reaktif disertai infark
·
rupture ulang
·
hiponatremia
·
hidrosefalus
Alat yang sering digunakan
untuk mengklasifikasikan keparahan perdarahan subaraknoid adalah hunt and hess
classification grading scale yaitu:
Derajat
|
Status neurologik
|
I
|
Asimtomatik atau nyeri kepala
minimal dan kaku kuduk ringan
|
II
|
Nyeri kepala sedang sampai parah;
kaku kuduk; tidak ada deficit neurologic kecuali kelumpuhan saraf kranialis
|
III
|
Mengantuk; deficit neurologic
minimal
|
IV
|
Stupor, hemiparesis sedang sampai
berat; mungkin rigiditas deserebrasi dini dan gangguan vegetative
|
V
|
Koma dalam; rigiditas deserebrasi;
penampakan parah
|
C.
ETIOLOGI
Stroke
terjadi akibat sumbatan pada arteri yang disebabkan oleh thrombus dan emboli.
Selain itu juga karena perdarahan yang disebabkan karena hipertensi, ruptur
aneurysm atau arteriovenous malformation (AVM).(Donna, 1999)
D.
FAKTOR RESIKO
1.
Revesrible (yang dapat diubah)
-
Obesitas
-
Hipercolesterolemia
-
Merokok, terutama pada
pasien yang menggunakan kontrasepsi oral
-
Stres emosional
-
Prior transient
ischemic attacks (TIAs)
-
Embolic heart disease
-
Diabetes militus
-
Atherosklerotik
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial
-
Hipertensi
-
Polisitemia
-
Atrial fibrillation
-
Hipertropi ventrikel
kiri
-
Gangguan arteri
coronaria, CHF
-
Pengguna cocain, alcoho
2. Irreversible (yang tidak dapat diubah)
-
Jenis kelamin
-
Umur
-
Ras
-
Keturunan
(Black,
1997)
E.
TANDA DAN GEJALA
Manifestasi Kinis:
a. Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya disebabkan oleh stroke pada arteri serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada korteks frontal. Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf berjalan dari otak ke korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya mempengaruhi area kortikal lain selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk kehilangan hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka diinervasi dari kedua belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur serius. Sebagai contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan adduksi karena otot adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh rotasi eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi , dan supine di kaki.
Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya disebabkan oleh stroke pada arteri serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada korteks frontal. Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf berjalan dari otak ke korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya mempengaruhi area kortikal lain selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk kehilangan hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka diinervasi dari kedua belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur serius. Sebagai contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan adduksi karena otot adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh rotasi eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi , dan supine di kaki.
b. Afasia
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk berbicara, membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi oleh arteri serebri medial kiri.
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk berbicara, membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi oleh arteri serebri medial kiri.
1. Afasia
Wernicke atau afasia sensorik merupakan gangguan pemahaman komunikasi dimana
kemampuan komunikasi hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, berbicara dengan
memakai kalimat yang panjang namun yang dibicarakan tidak mempunyai arti.
Tetapi pada pasien afasia Wernicke tidak mengerti pembicaraan orang lain.
Akibatnya pada pasien tersebut terlihat tidak nyambung kalau diajak bicara
karena otak tidak mampu menginterpretasikan pembicaraan orang lain walaupun
pendengarannya baik. Afasia Wernicke berhubungan dengan kerusakan pada Area Wernicke dan
diakibatkan infark pada lobus temporal otak. Pada tingkat sangat berat,
perintah satu kata, seperti “duduk!” atau “makan!”, juga tidak dipahaminya.
Pasien tersebut hanya mengerti bila dilakukan dengan gerakan, karena pengertian
ini diterima otak melalui penglihatan.
2. Afasia
Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan berbicara. Namun, penderita
afasia Broca mengerti bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai
perintah itu. Afasia Broca berhubungan dengan kerusakan di area Broca. Area
Broca adalah bagian dari otak manusia yang terletak di gyrus frontalis superior
pada lobus korteks otak besar. Area Broca letaknya berdampingan dengan area
Wernicke. Karena kerusakan terjadi berdampingan dengan pusat otak untuk
pergerakan otot-otot tubuh, penderita juga lumpuh di otot-otot tubuh sebelah
kanan.
c. Disfagia
Menelan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan beberapa fungsi saraf kranial. Mulut membuka (CN V: N. Irigeminus), menutup bibir (CN VII: N. Pachialis), dan lidah yang bergerak (CN XII: N. Hipoglosus). Mulut merasakan rasa dan banyaknya bolus makanan yang masuk (CN V dan VII) dan mengirim pesan ke pusat menelan (CN V dan IX). Selama menelan, lidah mengerakkan bolus makanan ke arah orofaring tersebut. Faring diangkat dan glotis menutup. Kontraksi otot-otot faring mengangkut makanan dari faring ke esofagus. Peristaltik menggerakkan makanan ke perut. Sebuah stroke di wilayah sistem vertebrobasilar menyebabkan disfagia.
Menelan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan beberapa fungsi saraf kranial. Mulut membuka (CN V: N. Irigeminus), menutup bibir (CN VII: N. Pachialis), dan lidah yang bergerak (CN XII: N. Hipoglosus). Mulut merasakan rasa dan banyaknya bolus makanan yang masuk (CN V dan VII) dan mengirim pesan ke pusat menelan (CN V dan IX). Selama menelan, lidah mengerakkan bolus makanan ke arah orofaring tersebut. Faring diangkat dan glotis menutup. Kontraksi otot-otot faring mengangkut makanan dari faring ke esofagus. Peristaltik menggerakkan makanan ke perut. Sebuah stroke di wilayah sistem vertebrobasilar menyebabkan disfagia.
d. Dysarthria
Dysarthria adalah artikulasi tidak
sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Penting untuk membedakan
antara dysarthria dan aphasia. Dengan dysarthria klien mengerti bahasa tetapi
memiliki kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan jelas dalam tata
bahasa atau dalam konstruksi kalimat. Seorang klien dysarthric dapat memahami
komunikasi verbal dan dapat membaca dan menulis (kecuali tangan dominan adalah
lumpuh, tidak ada, atau terluka).
Dysarthria disebabkan oleh
distidakfungsi nervus cranial dari penyumbatan pembuluh darah di arteri
vetebrobasilar atau percabangannya. Hal ini akan menyebabkan kelemahan atau paralisis
dari otot-otot bibir, lidah dan laring atau kehilangan sensasi. Tambahan, klien
dengan dysarthria akan mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan karena
kehilangan control otak.
e. Apraxia
Apraxia adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi integrasi motorik secara kompleks. Oleh karena itu apraxia dapat
menyebabkan stroke di beberapa area otak. Klien apraxia tidak dapat melakukan
kegiatan sehari-hari, seperti memakai baju. Klien dengan apraxia mampu
mengkonseptualisasikan isi dari pesan yang akan disampaikan ke otot tetapi
impuls tersebut tidak dapat direkonstruksikan oleh otot.
f. Perubahan
Visual
Penglihatan adalah proses komplek yang
dikontrol oleh beberapa area di otak. Penyumbatan di lobus parietal dan
temporal dapat memotong serat saraf visual di traktus optikus dalam perjalanan
ke korteks oksipital dan memnyebabkan gangguan ketajaman penglihatan. Persepsi
tentang penglihatan mungkin terganggu.
Gangguan penglihatan dapat mempengaruhi terhadap ketidakmampuan klien
untuk mempelajari keterampilan motorik. Infark dapat menyebabkan fungsi dari CN
III, IV, dan VI lumpuh dan diplopia.
g. Sindrom
Horner’s
Sindrom Horner’s adalah paralisis saraf
simpatis mata yang dapat menyebabkan tenggelamnya bola mata, kontriksi pupil
dan penurunan produksi air mata.
h. Agnosia
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk
mempersepsikan sensasi yang ada. Biasanya lebih banyak terjadi tipe visual dan
auditori. Agnosia mungkin dapat disebabkan dari oklusi di arteri serebral
medial dan posterior yang mensuplai aliran darah ke lobus temporal atau
oksipital. Klien dengan visual agnosia dapat melihat objek tetapi tidak dapat
mempersepsikan objek tersebut. Disorientasi dapat terjadi karena ketidakmampuan
untuk mengenal lingkungan, suatu yang familiar atau simbol-simbol tertentu.
Visual agnosia dapat menigkatkan resiko injuri karena tidak dapat mengenal
tanda-tanda atau symbol-simbol bahaya. Klien dengan agnosia auditori tidak
dapat mengartikan suara yang klien dengar karena penurunan fungsi pendengaran
atau kesadaran.
i. Defisit
Sensorik
Beberapa jenis perubahan sensori dapat diakibatkan oleh stroke dalam perubahan sensorik dapat hasil dari stroke di area sensori dari lobus parietalis yang disuplai oleh arteri serebral anterior atau medial. Defisit tersebut pada sisi kontralateral tubuh dan sering disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Sensasi rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang mempengaruhi variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar berupa mati rasa, kesemutan, atau menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat. Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
Beberapa jenis perubahan sensori dapat diakibatkan oleh stroke dalam perubahan sensorik dapat hasil dari stroke di area sensori dari lobus parietalis yang disuplai oleh arteri serebral anterior atau medial. Defisit tersebut pada sisi kontralateral tubuh dan sering disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Sensasi rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang mempengaruhi variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar berupa mati rasa, kesemutan, atau menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat. Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
j. Perubahan
Perilaku
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks serebral interpretasikan stimulus yang masuk. Daerah temporal dan limbik memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar pituitary berkerja sama dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi sepenuhnya, reaksi emosional dan tanggapan kekurangan modulasi ini.
Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer sering lambat, dan tidak terorganisir. Orang dengan stroke di otak kanan, atau tidak dominan, hemisfer sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang perhatian menurun, yang meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien mungkin menunjukkan pengaruh yang datar, kurangnya spontanitas, dan pelupa.
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks serebral interpretasikan stimulus yang masuk. Daerah temporal dan limbik memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar pituitary berkerja sama dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi sepenuhnya, reaksi emosional dan tanggapan kekurangan modulasi ini.
Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer sering lambat, dan tidak terorganisir. Orang dengan stroke di otak kanan, atau tidak dominan, hemisfer sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang perhatian menurun, yang meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien mungkin menunjukkan pengaruh yang datar, kurangnya spontanitas, dan pelupa.
k. Inkontinensia
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak menafsirkan pesan tersebut dan tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia. Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori, kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung pada tingkat dan lokasi infark tersebut.
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak menafsirkan pesan tersebut dan tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia. Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori, kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung pada tingkat dan lokasi infark tersebut.
Gejala-gejala
yang tampak dengan TIA sangat tergantung pada pembuluh darah yang terkena.
1.
Jika arteri karotis dan
serebral yang terkena
-
Kebutaan pada satu
matanya
-
Hemiplegi
-
Hemianestesia
-
Gangguan bicara
-
Kekacauan mental
2.
Jika yang terkena
arteri vertebrobasiler
-
Pening
-
Diplopia
-
Semutan
-
Kelainan penglihatan
pada salah satu atau kedua bidang pandang
-
Disatria
3.
Jika dilihat dari
bagian hemisfer yang terkena
Stroke
hemisfer kiri
-
Hemiparesis atau
hemiplegia sisi kanan
-
Prilaku lambat dan
sangat hati-hati
-
Kelainan bidang pandang
kanan
-
Ekspresif, reseptif
atau dispagia global
-
Mudah frustasi
Stroke
hemisfer kanan
-
Hemifaresis atau
hemiplegia sisi kanan
-
Defisit
spasial-perseptual
-
Penilaian buruk
-
Memperlihatkan
ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai
kerentanan untuk jatuh atau cidera lainnya
-
Kelainan bidang visual
kiri
(Hudak
& Gallo, 1996)
F.
PATOFISIOLOGI
(lampiran)
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada
hemoragik subarakhnoid yang disebabkan oleh stroke, kelainan bentuk pembuluh
darah atau aneurisme adalah:
1.
Vasospasme
2.
Hidrosephalus
3.
Disritmia
4.
Perdarahan ulang
5.
Peningkatan tekanan
intrakranial
H.
PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan awal selama fase akut
adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
adekuat adalah prioritas dalam fase ini.
-
Pasien ditempatkan pada
posisi lateral dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
-
Intubasi endotrakel dan
ventilasi mekanik perlu untuk paien dengan stroke massif, karena henti nafas
biasanya factor yang mengancam kehidupan pada situasi ini
-
Pantau adanya komplikasi
pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia)
-
Pantau ukuran dan irama
jantung serta tanda gagal jantung kongestif
2.
Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian diuretic (menurunkan edema
serebral)
b.
Antikoagulan (mencegah
terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler)
c.
Antitrombosit (perlu
diberikan karena trombosit memainkan peranan penting dalam pembentukan thrombus
dan embolisasi)
I.
PEMERIKSAAN FISIK
NEUROLOGI
1.
Tingkat Kesadaran
Dibagi
menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif
a. Kualitatif
-
Komposmentis (kesadaran yang normal)
-
Somnolen
Keadaan
mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Biasa disebut juga
letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri
-
Sopor (stupor)
Kantuk
yang dalam. Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun kembali. Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan
sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik
untuk menangkis rangsang nyeri masih baik
-
Koma ringan
Tidak
ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea, pupil masih baik. Gerakan
timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak terorganisasi. Penderita
sama sekali tidak dapat dibangunkan
-
Koma dalam atau komplit
Tidak
ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya.
b.
Kuantitatif (Skala Koma
Glasgow)
a.
Membuka Mata
-
Spontan 4
- Terhadap bicara 3
- Dengan rangsang nyeri 2
- Tidak ada reaksi 1
b. Respon verbal (bicara)
- Baik, tidak ada disorientasi 5
- Kacau (confused) 4
(dapat bicara dalam kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat)
- Tidak
tepat 3
(dapat mengucapkan
kata-kata
namun tidak berupa kalimat)
- Mengerang 2
- Tidak ada
jawaban 1
c. Respon motorik
(gerakan)
- Menurut
perintah 6
- Mengetahui
lokasi nyeri 5
- Reaksi
menghindar 4
- Reaksi
fleksi (dekortikasi) 3
- Reaksi
Ekstensi (deserebrasi) 2
- Tidak ada
reaksi 1
2.
Rangsang Selaput Otak (Meningeal)
Rangsang selaput otak (meningeal) dapat memberikan
beberapa gejala, diantanya:
a. Kaku Kuduk
Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput
otak
Cara pemeriksaan:
-
Tempatkan tangan
pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
-
Kepala ditekukkan
(fleksi), usahakan dagu mencapai dada
-
Untuk mengurangi salah
tapsir, penekukan kepala dilakukan saat klien ekspirasi
-
Kaku kuduk +,jika kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada
b.
Tanda Lasegue
Cara Pemeriksaan:
-
Luruskan kedua tungkai
pada pasien yang sedang berbaring
-
Satu tungkai diangkat
lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggul
-
Tungkai yang lain harus
selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus)
-
Tanda lasegue +, jika
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai sudut 70 derajat, normalnya
kita dapat mencapai sudut 70 derajat tanpa rasa sakit dan tahanan. Kecuali pada
usila diambil patokan 60 derajat
c.
Tanda Kernig
Cara pemeriksaan:
-
Fleksikan paha pada
persendian panggul sampai sudut 90 derajat, dengan posisi berbaring
-
Tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut
-
Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat antara tungkai bawah dan
tungkai atas
-
Tanda kernig +, jika
terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini
d.
Tanda Brudzinski I
Cara pemeriksaan:
-
Tempatkan tangan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
-
Tangan yang lain
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
-
Tekukkan kepala sejauh
mungkin sampai dagu mencapai dada
-
Brudzinski I +, Jika
mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya kaji dulu apakah ada kelumpuhan
pada tungkai
e.
Tanda Brudzinski II
Cara pemeriksaan:
-
Pada posisi berbaring,
fleksikan satu tungkai pada persendian panggul
-
Tungkai yang lain
berada dalam keadaan lurus (ekstensi)
-
Brudzinski II + Jika
tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi. Sebelumnya kaji dulu apakah ada
kelumpuhan pada tungkai
3.
Saraf Otak
a. Saraf otak I (Nervus Olfaktorius)
Merupakan saraf sensorik yang fungsinya
untuk mencium bau, menghidu
Cara Pemeriksaan:
-
Periksa lubang hidung,
apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, cth: ingusan, polip
-
Dengan satu lubang
hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak merangsang, spt: the, kopi,
tembakau
-
Periksa masing-masing
hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung yang lainnya
b. Saraf otak II (Nervus Optikus)
Jika
pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa
juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan pemeriksaan
nervus II(Ketajaman penglihatan dan lapangan pandang) secara kasar. Jika
ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu
dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurology.
Cara pemeriksaan:
- Ketajaman Penglihatan
Paien disuruh mengenali benda yang
letaknya jauh (mis: jam dinding dan diminta menyatakan jam berapa) dan membaca
huruf yang ada dibuku atau Koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan
pemeriksa, maka hal ini dianggap normal
- Lapangan Pandang
Klien suruh duduk atau berdiri
berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak
memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup sedangkan
pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien tetap melihat kemata kiri
pemeriksa begitupun pemeriksa harus tetap melihat mata kanan penderita.
Gerakkan tangan dari satu sisi, jika pasien sudah melihat gerakan tangan pasien
hendaknya memberi tanda. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah iapun
telah melihatnya
c. Saraf III, IV, VI (Neervus Okulomotorius, Troklearis dan Abdusen)
Ketiga saraf otak ini diperiksa
bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu mengurus otot-otot ekstrinsik
dan intrinsic bola mata
-
Saraf III :
Mengatur kontraksi pupil dan mengatur lensa mata
-
Saraf IV :
Kerjanya menyebabkan mata dapat melirik karah bawah dan nasal
-
Saraf VI :
erjanya menyebabkan lirik mata kearah temporal
Cara Pemeriksaaanya dengan menggunakan
senter, periksa pupil apakah miosis atau midriasis lalu suruh pasien mengikuti
gerakan cahaya yang digerakkan pemeriksa sesuai dengan arah fungsi
masing-masing saraf
d. Saraf V (Nervus Trigeminus)
N. Trigeminus terdiri dari 2 bagian
yaitu: bagian motorik dan sensorik
1.
Motorik (Mengurus otot-otot
mengunyah)
Cara
Pemeriksaan:
-
Paien disuruh
merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba M. masseter dan M.
temporalis.
-
Pasien disuruh membuka
mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, bila ada parese, maka
rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh
-
Nilai kekuatan otot
saat menutup mulut dengan cara menyuruh pasien menggigit suatu benda, mis: tong
spatel. Nilai tenaga gigitannya dengan cara menarik tong spatel
2.
Sensorik (Mengurus
sensibilitas dari muka)
Diperiksa
dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-daerah yang
disarafinya (wajah)
Cara
Pemeriksaan:
-
Rasa Raba
Sebagai
perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya
diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan kearea wajah klien. Bandingkan antara
wajah kiri dan kanan
-
Rasa Nyeri
Dilakukan
dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukkan hendaknya cukup keras sehingga
betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba atau sentuh. Tusukkan kearea
wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.
-
Rasa suhu
Ada
2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakan botol yang berisi
air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien menyebutkan
apakah panas atau dingin
e. Saraf VII (Nervus Fasialis)
Terutama merupakan saraf motorik, yang
menginervasi otot-otot ekspresi wajah.
Cara pemeriksaan:
1.
Fungsi Motorik
-
Suruh penderita
mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah
ada asimetris
-
Suruh penderita
memejamkan mata
Dinilai
dengan jalan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa sedangkan pasien
disuruh tetap memejamkan mata. Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu.
Jika lumpuh berat, penderita tidak mampu memejamkan mata.
-
Suruh penderita
menyeringai, mengembungkan pipi
2.
Fungsi Pengecapan
-
Sebelumnya pasien
disuruh untuk menutup kedua matanya
-
Suruh pasien
menjulurkan lidah
-
Letakkan zat seperti
gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah bagian depan
-
Suruh penderita
menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan isarat, mis: 1 untuk rasa manis, 2
untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin
f. Saraf VIII (Nervus Akustikus)
Saraf ini terdiri atas dua bagian, yaitu
saraf kokhlearis mengurus pendengaran dan saraf vestibularis mengurus
keseimbangan
1.
Ketajaman pendengaran
-
Suruh penderita
mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya dengan
orang normal
-
Perhatikan adakah
perbedaan pendengaran antara telinga kiri dan kanan
-
Jika ketajaman
pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan kanan maka lakukan pemeriksaaan
schwabach, rinne dan wiber
2.
Kesimbangan
-
Tes Romberg yang
dipertajam
Penderita
berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki lainnya. Tumit kaki yang satu berada
didepan jari-jari kaki yang lain. Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Normalnya orang mampu berdiri selama 30 detik atau lebih
-
Tes Melangkah di tempat
Penderita
disuruh berjalan ditempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti berjalan biasa. Sebelumnya penderita diberitahu bahwa dia
harus berusaha agar tetap ditempat selama tes ini. Tes ini dianggap abnormal
bila kedudukan akhir penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula
atau badan berputar lebih dari 30 derajat
g. Saraf IX dan X (Nervus Glosofarengeus
dan Vagus)
Kedua nervus ini diperiksa berbarengan
karena berhubungan erat satu sama lain
Cara Pemeriksaan:
-
Penderita disuruh
membuka mulut, suruh penderita menyebut “aaaa” perhatikan palatum molle dan
faring serata lihat apakah uvula ada ditengah atau miring.
-
Waktu penderita membuka
mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau pangkal lidah dengan tong
spatel. Rangsangan tersebut akan membangkitkan reflek muntah.
h. Saraf
XI (Nervus Aksesorius)
Cara Pemeriksaan:
-
Tempatkan tangan kita
diatas bahu penderita
-
Kemudian penderita
disuruh mengangkat bahunya, dan kita tahan maka dapat kita nilai kekuatan
ototnya
-
Bandingkan otot yang
kiri dan kanan
i. Saraf XII (Nervus Hipoglosus)
Cara Pemeriksaan:
-
Suruh pasien membuka
mulut dan menjulurkan lidah
-
Penderita disuruh
menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan jalan
menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terjadi parese lidah bagian
kiri, lidah tidak dapat ditekankan kepipi sebelah kanan tetapi kesebelah kiri
dapat
4.
Kekuatan Otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 – 5
(0
berarti lumpuh sama sekali dan 5 normal)
0 :
Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total
1 :
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut
2 :
Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
gravitasi
3 :
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
4 :
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatsi sedikit
tahanan yang diberikan
5 :
Tidak ada kelumpuhan (normal)
J.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Rontgen kepala dan medulla spinalis (sinar X tengkorak)
Menggambarkan
perubahan kelnjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid
2.
EEG
Mengidentifikasi
masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik
3.
Pungsi lumbal
Menunjukkan
adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA.
Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra cranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4.
Angigrafi serebral
Membantu
menentukan penyebab stroke sewcara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi
arteri, adanya titik oklusi atau ruptur
5.
CT Scan
Memperlihatkan
adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
6.
MRI
Menunjukkan
daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteiovena (MAV)
K.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, kehilangan sensasi
(hemiplegi), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot)
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegi) dan terjadi kelemahan umum.
Gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung ( MI,
reumatik/penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia,
riwayat hipotensi postural
kunjungi blog Q ya....
ReplyDeletehttp://toniadamsaputra.blogspot.com