Monday, June 27, 2016

Keep Calm and be Happy Friends...!! Perawat di Idul Fitri itu Keren ^^


Well, postingan kali ini agak menguras emosi saya sebenarnya. Saya dididik dari kecil, hampir selama 21 tahun dengan aturan hari minggu itu libur dari berbagai macam aktivitas, tanggal merah artinya kumpul dengan keluarga, apalagi hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Itu waktunya kumpul, silaturahmi dengan seluruh keluarga besar. Bayangkan, hampir setiap tahun bapak itu ngajak saya dan keluarga pulang kampung, menikmati libur lebaran bersama keluarga tercinta. Otak saya, tubuh saya sudah terprogram dengan kebiasaan seperti itu setiap tahun selama hampir 21 tahun.

      Tibalah saya memasuki dunia orang dewasa yang katanya harus mementingkan tanggung jawab, tugas dan macam macam yang lain. Saya tidak pernah menyadari sebelumnya, pekerjaan perawat pelaksana itu artinya 24 jam tanpa henti bekerja sesuai jadwal. Ya Allah, miris banget di tahun-tahun pertama saya menjalani pekerjaan shift, libur di hari kerja, kerja di hari libur. Setiap bulan, hari libur sudah fix antara 5-6 hari saja, jadi nggak ada pengaruhnya, mau ada tanggal merah banyak atau sedikit. Tidak akan bertambah hari libur saya, masa-masa denial saya itu bertahun-tahun tetap ada di sini. Nyesekk hati rasanya melihat teman-teman bisa long week-end, yap,, rasanya sakiit banget kayak dicubit gorilla!! Hehe


       Usia awal 20-an biasanya masih senang-senangnya main, apalagi waktu itu sedang kekinian, traveling, jalan-jalan, naik gunung. Alhasil saya cuma bisa gigit jari melihat teman-teman posting ini itu di media sosial. Tapi ya sudahlah, secara saya mau jadi orang dewasa yang bertanggung jawab penuh terhadap apa yang sudah saya pilih. Mungkin ini Qadarullah, saya harus menjalani usia muda saya dengan hal yang lain, dinass!! dengan profesi seperti ini. Ada hikmahnya yang mungkin belum saya temukan selama kurang lebih 4 tahun ini. Tapi saya berjanji, saya akan menemukannya, mencari setitik kebaikan dari setumpuk kekurangan yang terlalu terlihat di depan mata.


Add caption


        Niat ikhlas menerima kenyataan bahwa saya harus tetap berjibaku dengan pasien dan ruangan di kala hari libur lebaran yang selama 4 tahun saya bangun dengan susah payah harus hancur dalam waktu kurang dari satu jam. Ternyata, pada kenyataannya memang pondasi penerimaan yang dikira kokoh itu ternyata hancur karena tiangnya tidak kuat menyangga. Okelah, dukungan keluarga (bapak dan Ibu), sebagai salah satu pilar ikhlas itu memang kuat, tapi masih ada pilar lain yang memilih untuk mundur dari mendukung saya. Itu rasanya gimana gitu...:(

       Saya sebenarnya yang kadar penerimaannya terhadap aturan masuk di hari raya tidak akan pernah sampai 100%, menjadi bingung sendiri,, pegangan lah ya  . Apa yang harus saya lakukan coba supaya tiap tahun bisa libur lebaran, apalagi posisi saya junior. Masih tinggal numpang sama orang tua, kampung halaman nggak punya... Lantas lantas??
Saya minta pindah ke poliklinik atau rawat jalan gitu, ngga semudah membalik telapak tangan. Memang kriteria biar bisa dinas di poli itu bagaimana? suka-suka kepala bidang keperawatan di tempat saya kerja, rata-rata yang ada di poli itu dianggap tidak produktif di ruangan, iya sih, yang usianya di atas 40 an, atau yang fisiknya mengalami kelemahan jadi ngga kuat dinas malam, atau yang memang punya sertifikasi tertentu seperti di poli gigi, poli mata, poli saraf dan HD.
Hal ini lah yang harus bisa saya pahami, saya jelaskan saya sampaikan, bahwa menjadi perawat ruangan yang dinasnya shift, pagi, sore malam, tetap tugas di hari libur adalah manusia-manusia keren sepanjang masa. Hehe,, karena mereka mampu mencari titik positif dari setumpuk kenegatifan yang disematkan orang lain kepada mereka. Iyalah, bagaimana dengan keluarganya, apa nggak protes gitu? pasti ada pertentangan batin. Tapi sekali lagi, mereka Mampu mencari titik positif di antara setumpuk Kenegatifan yang ada. Luar biasaa bukan??

Lalu, bagaimana kalau ada yang membandingkan, ahh saudara saya, kakak saya, sepupu saya juga punya jadwal shift, kerja sebagai tenaga medis juga, perawat juga, buktinya mereka bisa dapat libur tuh. Entah tukar jadwal dinas dengan sesama teman atau bagaimanalah caranya, diusahakan semaksimal mungkin, apapun caranya,  yang penting bisa dapat libur, cuti, mudik demi ketemu orang tua ,,,demi kumpul keluarga.
Saya tidak bisa membenarkan atau menyalahkan jika ada pendapat seperti itu. Semua orang punya pilihan masing-,masing, bersyukur kalau dapat tim di ruangan yang bisa diajak kompromi. Mau tukar jadwal dinas, tapi kalau tidak bisa, kita mau protes ke siapa? atasan? cuma bikin sakit hati. Kita juga harus memikirkan perasaan teman yang gantiin kita, mungkin harusnya dia libur, jadi terpaksa banget gantiin kita. Bagaimana kalau kita ada di posisi teman kita itu? merasa terpaksa tapi di hatinya tidak ikhlas? saya seperti sedang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Hehe


Saya juga tidak menyampingkan orang yang berpendapat bahwa keluarga adalah segala-galanya, untuk apa merawat orang lain kalau keluarga sendiri tidak dikunjungi di hari lebaran pertama? Pendapat itu juga baik, dan tidak pernah saya salahkan sama sekali. Tapi semua itu kita kembalikan ke pribadi masing-masing, dan kalau ada yang beda dari pendapat kita, ya sudah hormati saja.

Karena saya pribadi sudah memutuskan untuk tidak menspesialkan hari lebaran secara manusia kebanyakan, karena yang terpenting adalah bulan Ramadhan itu, apa yang sudah kita peroleh, apa yang sudah kita kerjakan, apa yang sudah kita amalkan. Lantas apakah kita pantas merayakan hari kemenangan itu dengan kembali lagi memenuhi keinginan manusiawi kita seperti membeli pakaian baru, padahal Rasulullah hanya menyuruh untuk memakai pakaian terbaik yang kita punya, bukan setiap menjelang lebaran berburu diskon dan ngecek instagram mencari inspirasi style fashion di hari raya. Atau membuat kue dan aneka kuliner dalam rangka melestarikan tradisi, Dan lain-lain lah



Maaf punten, sekali lagi, saya pun berat saat memilih tidak menjadikan momen hari raya sebagai hari keluarga nasional, hari spesial keluarga. Tapi itu saya lakukan untuk menghibur diri, wkwk, mencari kesenangan dari hal yang kurang menyenangkan yang kita terima. Sambil tetap meluruskan niat bahwa bekerja itu semata-mata hanya ridho Allah yang dicari, termasuk Ramadhan dan 1 Syawalnya, dimanapun ridho Allah lah yang ingin saya dapat. Terserah Allah mau memberi kebarokahan bersama keluarga atau tempat kerja, kita hanya tinggal bersyukur

   " Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S Ibrahim: 7)

Nah biar makin jelas, saya kutip penjelasannya dari nasehat di majelis ilmu

Ada tiga hal yang harus dilakukan manusia ketika menerima nikmat Allah agar ia dipandang sebagai hamba yang bersyukur kepada-Nya.
  • Pertama: secara batiniah ia harus mengakui telah menerima nikmat dari Allah.  
  • Kedua: secara lahiriah ia mengucapkan syukur atas nikmat itu.  
  • Ketiga: ia harus menjadikan nikmat itu sebagai pendorong untuk lebih giat beribadah kepada Allah Swt
Bila ketiga hal tersebut telah berpadu dalam diri seorang hamba, maka ia layak dikatakan sebagai hamba yang bersyukur kepada Allah.


Haha, pas kan buat saya yang lagi galau karena dalam beberapa tahun ke depan kehidupan lebaran saya akan abnormal? Saya tetap harus bersyukur walau saya tidak full kumpul dengan keluarga saat hari raya, karena itu juga nikmat. Sebagai gantinya, selain hari raya saya harus extra perhatian sama keluarga. Dan yang terpenting adalah menjadikan nikmat itu sebagai pendorong untuk lebih giat beribadah. Artinya saya harus lebih giat berangkat kerjanya, jangan malessss, wkwk,. Baiklah saya coba..
Oke Ners, SEMANGAAATTT!!!




Happy happy

cheers Ners Eka. _Ramadhan hari ke 22_

No comments:

Post a Comment