Tuesday, August 30, 2011

(ingin) Menjadi orang jujur seutuhnya


Ini pengalaman yang memalukan sekaligus menggelitik hati saya untuk introspeksi diri sedalam-dalamnya, apakah selama ini saya telah menjadi orang baik. Karena cita-cita saya itu sederhana, menjadi orang baik di mata Allah swt, saya pribadi, dan orang lain. Salah satu kriteria orang baik adalah seluruh perkataannya sesuai dengan perbuatannya alias JUJUR. Astagfirulloh, kejadian ini akan saya kenang seumur hidup, karena baru kali ini saya bohong dan ketahuan.

Awal mulanya, saya mengalami radang telinga yang benar-benar nyeri luar biasa yang mengharuskan saya berobat ke dokter spesialis THT. Apalagi nyeri tersebut membuat saya selama beberapa hari jadi sulit mengunyah, bersin,batuk. Yaph, mungkin salah satu dari falsafah manuver. Kunjungan pertama,  saya ditemani oleh ibu saya, dari urusan pendaftaran sampai pembayaran semua dilakukan oleh ibu. Pokoknya saya tinggal terima beres, diperiksa, diintervensi, dinasehatin, kasih antibiotik, selesai, pulang.
Masih belum ada masalah berarti..
Saya hanya diminta kontrol ulang untuk meyakinkan bahwa pengobatan yang saya peroleh itu tuntas

Naah, kunjungan kedua itu harusnya seminggu setelah kunjungan pertama, tapi karena saya sibuk di kampus, 3 minggu berikutnya baru balik ke rumah. Saya diberitahu ibu, kalau pendaftaran pakai kartu jaminan kesehatan milik beliau, supaya dapat kuitansi penggantian dari tempat kerjanya, maklum dokter spesialis itu mahal. Otomatis saya nurut aja, lha wong saya anaknya penurut sama orang tua. Tapi ternyata itu adalah sebuah ketidakjujuran. Bagian administrasinya menatap saya penuh tanda tanya dan curiga,, Bu Yantini beneran kelahiran tahun 1967? saya masih belum ngeh dengan maksud pertanyaannya, saya mengangguk mantap, karna nama ibu saya yang ditanya. Loh, saya gak bohong dong,
Di ruang dokter, ada perawat yang kembali menanyakan hal sama, kembalil saya jawab dengan mantap, memang ibu Yantini itu kelahiran 1967.

Baru deh, setelah dokter itu mengorek2 keterangan dari saya dengan pembicaraan muter2 membuat saya menyadari bahwa yang telah saya lakukan itu salah karena, data pasien alias rekam medis itu tidak boleh dipalsukan. Itu pelanggaran hukum. Oh Allah,,saya malu luar biasa, hanya demi mengikuti prosedur sistem pembayaran yang rumit itu dari tempat kerja ibu saya, saya harus berbohong di bulan puasa. Astagfirulloh

Terkadang, tanpa saya sadari ada banyak kebohongan kebohongan kecil yang saya lakukan, dan itu terjadi cukup sering, bisa dibayangkan serpihan-serpihan dosa kecil itu jika terus dikumpulkan akan menjadi gunung. Cepat atau lambat.

Wednesday, August 24, 2011

"Ibarat Mendaki Gunung yang Tinggi...."

Little Nurse's Story
Setahun perjalanan profesi calon Ners Muda

"Ibarat Mendaki Gunung yang Tinggi...."
Siapkan fisik dan mental memulai langkah Setapak demi setapak menuju puncak

Setelah 3 bulan masa liburan hampir habis, sebagian teman2 mahasiswa fakultas lain sedang bersiap2 untuk prosesi wisuda, mencari kerja atau malah santai berlibur. Mahasiswa dari fakultas istimewa (kita maksudnya) kembali sibuk menyiapkan fisik, otak, mental, materi untuk lanjut belajar di program profesi. Sebagian anak FIK yang memang tidak berminat melanjutkan pendidikan ke profesi mungkin melakukan hal-hal lain, tapi saya tidak membahas yang itu. Saya melihat teman-teman yang masih bersikukuh dengan segala macam pertimbangan untuk tetap berjuang meraih gelar Ners, satu tahun lagi siap mengorbankan waktu, tenaga dan uangnya agar mampu mengharumkan profesi keperawatan ini, teman-teman dari reguler 2007 antusias mengikuti Latihan KDP (keterampilan dasar profesi). Berbagai mekanisme jaringan komunikasi (jarkom) angkatan dirilis kembali untuk mempermudah aliran informasi, entah fb, email, sms dll seluruhnya diberdayakan untuk mengatur jadwal latihan, pembagian kelompok sampai kata-kata penyemangat. Saya merasakan antusiasme tersebut masuk ke hp, email jejaring sosial saya dan insya Allah terinternalisasi pula ke diri saya agar saya jadi rajin belajar untuk mempersiapkan satu tahun penuh kejutan ini. Kadang-kadang ada pula jarkom pembuat galau karena berisi informasi lowongan2 kerja di berbagai lokasi, cukup menggiurkan terutama untuk saya yang tidak terlalu hobi belajar alias lebih hobi cari penghasilan ^_^

Saya merasakan Perhatian dari kakak kelas juga tinggi, mereka rela hadir di tengah latihan untuk mempraktekkan ilmu yang sudah mereka dapat di lapangan selama satu tahun, menceritakan bahwa setahun yang lalu mereka juga merasakan hal yang sama seperti saya, cemas, tidak percaya diri, takut dan hal-hal lain yang menciutkan nyali. Tapi alhamdulillah, menurut cerita mereka dunia praktik tidak seseram yang saya bayangkan (semogaa,,,ngarep mode), insya Allah jika saya yakin mampu, akan hadir tangan-tangan Allah yang menolong saya dari kelemahan tersebut.

Hari ini ceritanya saya mau ambil toga untuk wisuda tanggal 16 September esok, saya bertemu dengan sahabat saya. Sedih rasanya ia tidak melanjutkan profesi, dengan alasan klasik, tapi saya salut dengannya, karena ia telah menyusun beberapa rencana untuk tetap eksis dalam dunia kesehatan. Saat asik cerita-cerita (karna udah lama gak ketemu), tiba-tiba ada jarkom tentang pembagian kelompok profesi.
Huff langsung deg-degan saya. Siapakah teman-teman saya nanti?? apakah mereka merasa beruntung bisa satu kelompok dengan saya atau justru merasa saya sebagai musibah? ^_^

Daaan saya beruntung sekali bisa satu kelompok dengan orang-orang hebaaat di kelompok E,,mereka adalah....Prima Mutia Sari, Indah Ps Koto, Eka Wahyu Irianti (saya), Hanna D Pakpahan, Desti Pramia Setyati, Alvinda Kurnia Dewi, Lindanya Linda, Fitriah Dachlan, Titin Hermaneti, Agustina Dwi, Dewi Lestari, Sinsin, Joan, Suci Wahyu, Diana

Percaya atau tidak, bukan kami meremehkan satu bidang keilmuan atau menganggap killer keilmuan yang lain, tp kami mendapat giliran yang sangat menakjubkan yaitu komunitas, keluarga, gerontik, anak, maternitas, Jiwa, KMB, KGD
Urutan seperti itu benar2 menguntungkan atau sebaliknya ya? yang jelas, menjadikan the last but not the least adalah hal yang akan kami lakukan bersama. Pelan-pelan saya menyusun kekuatan mental dan kesiapan untuk mencapai puncak keterampilan keperawatan bersama ke 14 orang teman saya plus teman2 dari ekstensi. Bismillah
Tenang kawan satu tahun penuh cerita, ini baru langkah awal sekali untuk membentuk puzzle kehidupan menuju cita-cita mulia sebagai seorang "Ners"

Hidup Perawat Indonesia !!!!!!!!!

Sunday, August 21, 2011

Sulitnya menjadi Introvert

Sulitnya menjadi si Introvert
A:"Bu, kenapa jam segini baru datang?jadi gak ikut brifing pagi dong, nanti gak tau informasi apa-apa lagi. "
S: " Iya, mohon maaf pak, tadi saya ada keperluan terlebih dahulu, nanti informasi penting akan saya tanya ke teman yang ikut brifing pagi."
A: "saya saranin datengnya lebih pagi bu, biar tau informasi"
S hanya menelan ludah mendapatkan teguran itu pagi-pagi. Sungguh itu telah merusak mood-nya yang susah payah disusunnya sebelum berangkat kerja. Pasalnya B baru mendapat masalah serupa di kosannya, ia ditegur oleh induk semangnya karena membawa teman menginap tanpa izin terlebih dahulu dan proses interogasinya menyebabkan ia harus terlambat ke tempat kerja.
Huwaah rasanya S memang ingin menumpahkan seluruh emosinya dengan marah-marah, membanting sesuatu atau sekadar teriak. Tapi ia memilih diam, menyimpan emosinya jauh di lubuk hati. Ia tidak terbiasa menyalurkan emosinya, terlebih emosi negatif.

Ia hanya mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha keras melupakan 2 kejadian pagi ini dan berkonsentrasi pada pekerjaannya, tapi tanpa ia sadari air mukanya tidak mampu dibohongi, ternyata sepanjang hari ia bermuka masam. Jika ditanya oleh orang lain, ia cuma menggeleng berkata tidak ada apa-apa.
Lain waktu S mendapat kejutan istimewa dari teman teman terbaiknya, pasalnya, hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 21. Tidak seperti tahun sebelumnya, kali ini teman-teman S memberi hadiah yang beda. Seperangkat alat kosmetik, S memang jarang sekali memoles wajahnya agar terlihat lebih berwarna, minimal tidak tampak pucat, tapi sudah lama ia menginginkan benda-benda tersebut, dan kini ia mendapatkannya dari teman-teman terbaiknya. Ingin ia memeluk mereka satu persatu, tapi ia sadar, ia tidak pernah menampilkan hal-hal berlebihan. Jadi S hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih dan menyalami mereka satu persatu. Padahal, sinar mata S terlihat lebih berbinar, senyum terus tersungging di bibir S, walaupun hal itu tidak pernah disadari siapapun.

Datar, kaku, gak ekspresif, penuh kepura puraan..loh? ^^ kurang lebih seperti itu sifat seorang introvert, menurut pemahaman saya sih. Orang-orang tersebut menganggap orang lain tidak perlu mengetahui hal apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Itu adalah urusan pribadi.

Awalnya saya merasa aman memiliki sifat seperti itu, saya tidak terbiasa cerita tentang hal-hal yang saya alami, baik hal-hal sederhana sampai hal yang kompleks. Saya tidak suka orang mengomentari diri saya. Saya tidak memerlukan pendapat mereka dan semua masalah yang terjadi mampu saya atasi sendiri.

Kalau memang dada sudah terlalu sesak dengan hal-hal menyakitkan, saya lebih menyukai mengambil pena dan secarik kertas. Sayang paduan kalimat-kalimat itu tidak menjadi barisan puisi cantik, rupanya saya tidak berbakat menjadi penulis. :(
Semakin malas deh menulis

Sampai usia saya 19 tahun, saya masih merasa aman dengan sifat tersebut. Saya menjadi lebih pendiam kalau ada masalah dan lebih banyak bercerita kalau hati saya sedang senang. Tapi lama kelamaan, saya berpikir, sepertinya saya harus lebih terbuka, belajar menyampaikan apa yang saya rasakan. Kalau saya tidak suka dengan sesuatu, segera katakan, jangan dipendam, karena hal itu bisa menjadi petunjuk untuk orang lain agar mengerti tentang diri saya, pemikiran ataupun ide-ide yang saya miliki.

Hampir dua tahun saya berusaha mengikiskan sedikit demi sedikit introvert yang saya punya, lebih terbuka dan tidak pasif saat berteman. Memang sulit luar biasa, saya berusaha keras meminimalkan introvert saya yang saya sadari telah menjadi karakter dasar saya. Perlu waktu agak lama untuk mengubahnya, tapi saya yakin bisa. Terkadang cukup tersiksa memendam sesuatu sendirian, padahal fitrahnya manusia adalah sebagai makhluk sosial. Saya butuh bersosialisasi, saya ingin punya banyak teman yang bukan sekadar saya kenal, tapi saya mengerti kelebihan dan kekurangan mereka, menikmati kebersamaan dengan mereka dan mereka mendapatkan manfaat dari berteman dengan saya. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain??

Saya tidak tahu tips menjadi seorang yang lebih ekstrovert, tapi jika perasaan introvert itu memenuhi diri dan pikiran, saat saya dilanda perasaan ingin mengisolasi diri dari dunia luar, saat saya tiba-tiba membatalkan janji tanpa alasan syar'i, padahal sebenarnya saya tidak bisa menjelaskan alasan vital kepada orang yang saya janjikan, karena memang saya tidak bisa menjelaskan. Saya berusaha untuk mengubah diri
1. Berusaha bertanya dengan teman yang dapat dipercaya tentang solusi masalah yang saya hadapi, tetapi seolah-olah itu adalah masalah orang lain. Jadi berceritalah pokok permasalahannya bukan fokus ke orangnya
2.  menulis menulis menulis...apapun yang ada di pikiran tulis saja, gak usah terikat dengan aturan EYD, tata bahasa, yang penting kita lega. Bahkan sekarang saya mentargetkan one day one letter untuk membiasakan saya mengungkapkan sesuatu

^_^