Saturday, May 12, 2012

Laporan Pendahuluan Ca Kolorektal


LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER KOLOREKTAL
A.    PENDAHULUAN
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah sedangkan kolon kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Sekum. Kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum didarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra, dan a.kolika media. Sedangkan kolon transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum didarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksusu presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus.Oleh karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang sehingga nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan akan berbeda. Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Kolon menerima 700-1000 ml cairan usus halus namun hanya 150-200 ml yang  dikeluarkan sebagai feses setiap harinya
Karsinoma kolon (Ca. Colon) merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai di klinik dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Kanker kolon merupakan penyebab ke dua dari semua kematian kanker di Amerika, baik pada pria maupun wanita dan hanya dilampai oleh kanker paru-paru dan mammae. Klien yang mengalami Ca. Colon membutuhkan perawatan profesional   dan dukungan keluarga yang adekuat. Klien memerlukan tindakan pembedahan berupa  laparotomi (pembukaan dinding abdomen ) dan kolostomi (pembuatan lubang melalui dinding abdomen ke dalam  kolon iliaka untuk mengeluarkan feces ) dilakukan untuk mengatasi masalah eliminasi.















Secara epidemilogis, kanker kolorektal didunia mencapai urutan ke 4 dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki sedikir lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat, kanker kolorektal menempati penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh kasus kanker dan rata-rata pasien berusia 67 tahun dan labih dari 50 % kematian terjadi  pada mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Di Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda seperti yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Patologik Anatomi Indonesia bahwa kanker kolorektal cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dari laporan negara Barat.  Data yang didapatkan dari bagian Anatomi FK UI bahwa pasien yang berusia di bawah 40 tahun adalah 35, 26%.

B.     DEFINISI
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja jarang  menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu neoplasma epithelium, nonneoplasma, dan submukosa.
Klasifikasi polip kolorektal
Epithelium
Submukosa
Neoplasia
Nonneplasia
Premaligna
Tubular

Tubulo Villousum
Villousum
Displasia rendah
Displasia berat (karsinomaintra mukosa)

Maligna/karsinoma
Karsinomatosus
Polip maligna
Mukosa
Hiperplastik

Inflamatosa
Pseudo polip
Juvenile




Peutz-Jeghers

Dan lain-lain
Limfoid hyperplasia
Pneumatosis cystoids intestinalis
Colitis cystica profunda
Lifoma
karsinoid
lesi metastasis



leiomioma
Hemangioma
Fibroma
Endometriosis
Dan lain-lain


C.    ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1.       Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2.       Riwayat keluarga.
3.       Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit.
4.       Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5.       Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal  meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6.       Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7.       Rokok dan alkohol
8.       Riwayat polip atau kanker kolorektal

D.    PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
¯
Polip maligna
¯
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya
¯
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain
Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:
1.      Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2.      Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.
3.      Tertanam ke rongga abdomen.

E.     MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi  kanker kolon secara umum adalah :
1.      Perdarahan rektum
2.      Perubahan pola BAB
3.      Tenesmus
4.      Obstruksi intestinal
5.      Nyeri abdomen
6.      Kehilangan berat badan
7.      Anorexia
8.      Mual dan muntah
9.      Anemia
10.  Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaeganasan
Colon Kanan
Colon Kiri
Rektal/Rectosigmoid
§  Nyeri dangkal abdomen.
§  anemia
§  melena (feses hitam, seperti ter)
§  dyspepsia
§  nyeri di atas umbilicus
§  anorexia, nausea, vomiting
§  rasa tidak nyaman diperut kanan bawah
§  teraba massa saat palpasi
§  Penurunan BB

§  Obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi )
§  Adanya darah segar dalam feses.
§  Tenesmus
§  Perdarahan rektal
§  Perubahan pola BAB
§  Obstruksi intestine
§  Evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi.
§  Konstipasi dan diare bergantian.
§  Feses berdarah.
§  Perubahan kebiasaan defekasi.
§  Perubahan BB

(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)

:

  Kolon kanan
        Kolon kiri
  Rektum
Aspek klinis

Nyeri
 
Defekasi


Obstruksi

Darah pada feses 

Feses

Dispepsi

Memburuknya keadaan umum
Anemia
Kolitis

Karena penyusupan

Diare /diare berkala


Jarang   

Okul

 
Normal/diare

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu
Obstruksi

Karena obstruksi

Konstipasi progresif


Hampir selalu

Okul /makroskopik


Normal 

Jarang

Lambat

Lambat
Proktitis

Karena tenesmi

Tenesmi terus-menerus

Tidak/jarang

Makroskopik


Perub bentuk

Jarang

Lambat

Lambat

F.     KLASIFIKASI DAN STADIUM
  1. Duke
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding  kolon/rektum   (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
Stadium  III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

  1. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
T
N
M
Duke
0
Tis
N0
M0
-
I
T1
T2
N0
N0
M0
M0
A
II A
II B
T3
T4
N0
N0
M0
M0
B
III A
III B
III C
T1-T2
T3-T4
Any T
N1
N1
N2
M0
M0
M0
C
IV
Any T
Any N
M1
D

Keterangan
T      : Tumor primer
Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1   : Tumor menyebar pada submukosa
T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4   : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi 
          peritoneum viseral.

N      : Kelenjar getah bening regional/node
Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0   : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M     : Metastasis
Mx   : Metastasis tidak dapat di nilai
M0   : Tidak terdapat metastasis
M1   : Terdapat metastasis

Klasifikasi Histologi
1.      Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
2.      Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
3.      Signet Ring Cell Carcinoma.
Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang sebenarnya adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi oleh mukus. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas dan berprognosis buruk; banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia muda (<50 tahun).
4.      Carcinoma sel skuamosa.
5.      Carsinoma recti

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2.      Fecal occult blood test,  pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3.      Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
·      Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
·      Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
·      Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
4.      Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
5.      Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran  rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
6.      Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop.
7.      Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
8.      Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
9.      CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994).
10.  Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
11.  Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum
12.  X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
13.  CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
14.  Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
15.  Pemeriksaan DNA Tinja.

H.    PENCEGAHAN
Terdapat 3 pencegahan kanker kolorektal, antara lain:
1.      Pencegahan Primer
·         Anjurkan klien untuk mempertahankan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat
·         Anjurkan klien untuk banyak minum
2.      Pencegahan sekunder
·         Promosikan deteksi dini dengan rektal touche untuk mereka yang berusia lebih dari 40 tahun
·         Monitor klien yang berusia lebih dari 50 tahun dengan guaiak test dan rectal touche setiap tahun
·         Evaluasi klien dengan sigmoidoscopy fleksibel setiap 3–5 tahun pada orang dengan risiko rata-rata, bagi yang berisiko di atas rata-rata evaluasi dengan colonoscopy dengan barium enema setiap 2-3 tahun
3.      Pencegahan tersier
·      Anjurkan penggunaan bulk laksative (Metamucil) untuk klien dengan risiko tinggi
·      Promosikan skrining secara regular pada orang dengan 1 atau 2 risiko kanker kolorektal
·      Anjurkan klien untuk mengikuti diet tinggi serat dan rendah lemak

I.       PENATALAKSANAAN
1.      Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
·         Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
·         Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).
2.      Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan, sebagai berikut:

a.       Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.

b.      Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.





 

c.       Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.








d.      Tumor rektum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.

e.       Tumor sigmoid
Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di pangkal arteri mesentrika inferior.










 




Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa kemoterapi dan radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif  dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien harus menjalani terapi lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif dan berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi tubuhnya, menjalani terapi secara kooperatif dan dapat bersosialisasi kembali di masyarakat. Identifikasi masalah keperawatan klien sangat penting, terkait dengan intervensi dan implementasi yang akan dilakukan terhadap klien selama hospitalisasi sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal.
Karsinoma pada colon menimbulkan perubahan pada kebiasaan buang air besar. Karsinoma pada colon sebelah kanan menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi karsinoma pada colon sebelah kiri menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat menunjukkan gambaran klinis berupa: darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat badan dan anemia, palpasi dapat mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan, keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis berupa obstruksi intestinum Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan  pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai  komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
-          LAR (Low Anterior Resection)
-          HCT (Hemi Colorectal)
-          APR (Abdominal Parietal Resection): dilakukan kolostomi permanen
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993):
a.       Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
b.      Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
c.       Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
d.      Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsisebagai diversi sementara atau permanen. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi.
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal. Kolostomi pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Keadaan yang diperbolehkan dilakukan pembedahan (kolostomi)
1.  Peradangan dibagian usus halus
2.  Cacat/kelainan bawaan
3.  Kecelakaan atau trauma yang mengenai bagian perut
4.  Adanya sumbatan di anus
5.  Kanker
Jenis – jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara.
Ø  Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang)
Ø  Kolostomi Temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Tipe kolostomi inkontinen
Ø  Loop colostomy
Lokasi di colon transversum, bersifat sementara, dilakukan pada kondisi darurat medis dengan membuat 2 lubang usus yang dihubungkan.
Ø  Endostomy
Terdiri dari satu hubungan yang bagian usus berikutnya dibuang/dijahit tetapi masih ada/tetap dalam rongga abdomen. Dilakukan untuk klien dengan terapi kolorektal.
Ø  Single barrel/ end stoma, hanya 1 stoma: dilakukan permanen; bagian distal ditutup dan bagian proksimal yang terbuka
Ø  Double barrel colostomy
Terdapat 2 hubungan di bagian proximal dan distal. Bagian proximal untuk drain feses dan distal untuk drain mucus.
Ø  Mukospicetel: pada kasus Ca kolorektal yang tidak bisa diangkat sama sekali, dilakukan pada bagian kolon descenden, bagian proksimal untuk mengeluarkan feses, bagian distal untuk mengeluarkan mukus yang dihasilkan Ca
Jenis Kantung:
o   Drainable (terbuka bawahnya), memiliki klem: digunakan untuk menampung feses
o   Close end (tidak ada lubang dibawahnya): digunakan untuk menampung feses
o   Puff drain (memiliki lubang dan seperti selang dibawahnya: digunakan untuk menampung urin
Bagian Plate:
o   Faceplate: bagian melingkar yang ditempel ke tubuh klien
o   One piece, clear (transparan) drainable
o   One piece, opaq (buram/kecoklatan) drainable
o   Stoma cap: untuk menutup stoma, tidak perlu kantung
Letak Anastomi Kolostomi:
o   Ileustomy
Lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif regional dan pengalihan isi pada kanker kolon, polip, dan trauma yang biasanya berbentuk permanen. Cairan yang keluar cenderung konstan dan tidak dapat diatur, mengandung enzim-enzim percernaan yang dapat mengiritasi permukaan kulit.
o   Colostomy asenden
Drainage yang keluar berbentuk cairan dan tidak teratur serta lebih bau.
o   Colostomy transversum
Drainage yang keluar berbentuk padat karena cairan sudah direabsorbsi dan biasanya pengeluaran tidak terkontrol.
o   Colostomy desenden
Produksinya lebih padat. Feses yang keluar dari sigmoid normal dan frekuensinya dapat diatur sehingga klien tidak harus menggantinya setiap saat dan baunya tergantung diet.
Komplikasi Kolostomi:
§  Prolapsàmerupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang sampat loop ilium, adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan. Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
§  lritasi KulitàHal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
§  DiareàMakin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
§  Stenosis StomaàKontraktur lumen è terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
§  Hernia Paracolostomy
§  Pendarahan Stoma
§  EviserasiàDinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah
§  lnfeksi luka operasi
§  Retraksiàkarena fixasi yang kurang sempurna
§  Sepsis dan kematian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien kolostomi:
v  Keadaan stomaàWarna stoma (normal warna kemerahan), tanda-tanda perdarahan (perdarahan luka operasi), tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese), posisi stoma
v  Apakah ada perubahan eliminasi tinjaàKonsistensi, bau, warna feces, apakah ada konstipasi / diare?apakah feces tertampung dengan baik?apakah pasien dapat mengurus feces sendiri?
v  Apakah ada gangguan rasa nyeriàkeluhan nyeri ada/tidak?hal-hal yang menyebabkan nyeri, kualitas nyeri, kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang), apakah pasien gelisah atau tidak?
v  Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhiàTidur nyenyak/tidak?Apakah stoma mengganggu tidur/tidak?Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur?Adakah faktor psikologis mempersulit tidur?
v  Bagaimana konsep diri pasienàBagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga diri,ideal diri,gambaran diri & peran
v  Apakah ada gangguan nutrisiàBagaimana nafsu makan klien?BB normal atau tidak?Bagaimana kebiasaan makan pasien?Makanan yang menyebabkan diarhe?Makanan yang menyebabkan konstipasi?
v  Apakah pasien seorang yang terbuka ?Maukah pasien mengungkapkan masalahnya?Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian tubuhnya diangkat?
v  Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksualàTanyakan masalah kebutuhan seksualn klien?Apakah Isteri/Suami memahami keadaan klien?

Penanganan Kolostomi
Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan secara mandiri. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi.
a. Perawatan kulit:
Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut dengan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutup stoma atau tampon vagina dapat dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorbsi kelebihan drainase. Pasien diizinkan untuk mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester mikropor yang dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit dikeringkan dengan seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut.
b. Memasang kantung drainase:
Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai proedur. Kantung kemudian dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma selama 30 detik. Iritasi kulit ringan memerlukan taburan bedak Karaya atau bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
c. Menangani kantung drainase:
Kantung kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi; dan diganti dengan balutan yang lebih sederhana. Pasien dapat memilih berbagaibentuk kantung, tergantung pada kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai dan tahan bau.
Untuk selanjutnya kantung kolostomi biasanya tidak diperlukan. Segera setelah pasien belajar evakuasi rutin, kantung dapat disimpan dan kantung kolostomi tertutup atau balutan sederhana menggunakan tisu sekali pakai, dipertahankan di tempatnya dengan sabuk elastis. Kecuali gas dan sedikit mukus, tidak ada isi usus yang akan keluar dari lubang kolostomi di antara irigasi; karenanya kantung kolostomi tidak diperlukan.
d. Mengangkat alat:
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya isi fekal cair yang tercecer keluar.

IRIGASI KOLOSTOMI
a.       Indikasi Tindakan
Irigasi kolostomi merupakan prosedur mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan yang baru, yang harus dilakukan pada klien dengan kanker kolon dan/atau rektum yang telah dibuatkan cara dan lokasi evakuasi kotoran melalui operasi saluran cerna. Irigasi dapat dilakukan paling dini 5-6 hari setelah operasi.
b.      Tujuan Tindakan
Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi kolon (dari feces, gas, lendir), membersihkan saluran cerna bagian bawah, menetapkan pola evakuasi yang teratur sehingga kegiatan normal tidak terganggu dan memberikan kenyamanan pada klien.
c.       Alat yang Dipersiapkan
·         Sarung tangan bersih
·         Irigator (wadah khusus untuk irigasi)
·         Cairan irigasi (air masak, hangat kuku) 500-1500 cc, atau cairan lain untuk irigasi sesuai program medis
·         Selang
·         Konektor (penyambung selang)
·         Klem (yang bisa dipakai dengan hanya menggunakan satu tangan)
·         Kateter karet no. 22 atau 24 atau corong plastik khusus untuk irigasi kolostomi
·         Kantung/sarung irigasi (yang bisa ditempelkan)
·         Kantung palstik untuk tempat sampah/barang yang basah
·         Kertas toilet, handuk
·         Perlak
·         Sabun
·         Salep Mukosantin , jika terjadi iritasi (jamur)
·         Stoma powder (ostomi powder)
·         Stomahessive pasta (membuat permukaan kulit jadi baik dan sebagai skin barrier)
·         Ukuran stoma atau diganti spidol
d.       Tindakan
Ø  Persiapan klien
-          Mengucapkan salam terapeutik
-          Memperkenalkan diri
-          Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan  tindakan yang akan dilaksanakan.
-          Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
-          Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
-          Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
-          Privasi klien selama komunikasi dihargai.
-          Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
-          Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan dilakukan)
Ø  Prosedur
-          Mencuci tangan
-          Menjelaskan tujuan dan prosedur irigasikolostomi pada klien
-          Menyaipkan klien untuk irigasi kolostomi:
§  Memilih waktu yang tepat untuk irigasi kolostomi
§  Menggantungkan irigator 45-50 cm diatas stoma (setinggi bahu klien, bila duduk)
§  Mendudukkan klien di depan commode atau di commode
§  Mengangkat balutan/kantung kolostomi dan memasukkan kedalam kantung palstik yang sudah disediakan
-          Memasang lengan (sarung) irigasi ke stoma dan meletakkan ujungnya dalam commode/toilet
-          Mengalirkan cairan melalui selang dan corong irigasi
-          Memberi pelumas pada kateter dan memasukkan ke stoma dengan cermat (tidak boleh lebih dari 8 cm); memegang corong dengan baik
-          Bila kateter tidak bisa masuk dengan mudah, mengalirkan cairan secaraperlahan ketika memasukkan kateter dan tidak memaksa kateter masuk
-          Mengalirkan cairan ke kolon perlahan-lahan. Menghentikan cairan (mengklem selang) bila terjadi kram perut dan memberi klien waktu untuk istirahat sejenak, sebelum melanjutkan prosedur. Cairan dialirkan dalam waktu 5-10 menit
-          Mempertahankan corong pada tempatnya selama 10 menit setelah cairan dimasukkan, kemudian angkat perlahan-lahan
-          Memberi waktu selama 10 menit agar cairan mengalir keluar; mengeringkan ujung kantung irigasi dan menempelkan ke atas (mengklem ujung kantung)
-          Mempertahankan kantung di tempat selama 20 menit dan menganjurkan klien untuk ambulasi.Setelah tindakan selesai:
§  Membersihkan dan mengeringkan area stoma dengan air dan sabun
§  Memasang perlindungan kulit dan mengganti balutan pada kolostomi
-          Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien
-          Mencuci alat bekas pakai dengan air dan sabun, mengeringkan dan menyimpannya kembali

Perawatan klien dengan kolostomi:
I. PREOPERATIF
Ø  Hubungi perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi lokasi stoma dan pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di latih untuk bekerja dengan klien dalam merencanakan penanganan kolostomi. Faktor-faktor seperti berat badan klien, cara berpakaian klien, dan garis pinggang dipertimbangkan dalam penempatanstoma untuk memfasilitasi rasa nyaman dalam perawatan jangka panjang dan mempermudah penanganan.
Ø  Jawab pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari informasi yang diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperatif dan postoperatif dengan baik akan berkurang rasa cemas dan mampu bekerjasama dalam penanganan dengan lebih baik.
Ø  Rujuk ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan seseorang yang telah memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih nyaman dengan kolostomi.
II. POSTOPERATIF
Ø  Kaji lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indikator letak lokasi pemotongan usus dan prediktor tipe drainase fekal.
Ø  Kaji tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian stoma dan kondisi kulit penting diawal periode postoperatif, kalau-kalau terkadi komplikasi untuk segera ditangani.
Ø  Posisi kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi lebih banyak mukus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal. Mulainya usus berfungsi, fekal akan menjadi normal. Konsistensi drainase tergantung pada stoma di bagian lokasi usus.
Ø  Kolostomi desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan kantong drainable atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir sama dengan pola eliminasi normal klien sebelum operasi. Banyak klien akan buang air besar tiap hari dan tidak terus menerus menggunakan kantong atau sistem drainase. Untuk lebih aman gunakan kantong transparan.
Ø  Bila perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon sesuai prosedur irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon. Klien dapat melakukan irigasi kolon tiap hari.
Ø  Bila dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau kolostomi loop, irigasi stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan jari pada usus langsung dari stoma dapat menolong membedakanyang mana stoma proksimal. Usus bagian distal tidak mengandung fekal dan tidak perlu diirigasi. Kadang-kadang dapat diirigasi hanya untuk membersihkan terutama reanastomosa.
Ø  Pengosongan kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila diperlukan atau saat telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong kepenuhan, beratnya dapat merusak kantong dan perekat dan menyebabkan kebocoran.
Ø  Klien dengan kolostomi asending atau transversal tidak dilakukan irigasi. Hanya sebagian kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan terus menerus.
Ø  Berikan perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang baik penting untuk mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk pertahanan utama terhadap infeksi.
Ø  Gunakan bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau “karaya paste”, dan “wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kantong ostomi. Ini kadang-kadang penting bagi klien dengan kolostomi loop. Tantangan bagi klien dengan kolostomi loop transverse adalah untuk menjaga keamanan kantong stoma diatas jembatan plastik.
Ø  Sebuah lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar. Lubang ini dapat ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi untuk kontrol bau. Kantong ostomi dapat menggembung keluar, merusak integritas kulit, bila gas terkumpul terlalu banyak

Asuhan Keperawatan
a.      Pengkajian
·         Aktifitas/Istirahat
Gejala:
-          Kelemahan dan atau keletihan
-          Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, berkeringat malam.
-          Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
-          Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
·         Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda: perubahan pada tekanan darah.
·         Intregritas Ego
Gejala:
-          Faktor stress dan cara mengatasi stress.
-          Masalah tentang perubahan dalam penampilan.
-          Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
·         Eliminasi
Warna, bau, konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus; riwayat penyakit inflamasi kronis atau polip rektal, darah dalam feses
Gejala:
-          Perubahan pola defekasi, seperti darah pada feses, nyeri saat defekasi.
-          Perubahan eliminasi urin
Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.
·         Makanan/Cairan
Kebiasaan diit, masukan lemak dan atau serat, penurunan BB, konsumsi alkohol, bising usus, nyeri tekan, distensi dan massa padat.
Gejala:
-          Kebiasaan diet buruk, seperti rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet.
-          Anoreksia, mual/muntah.
-          Intoleransi makanan
-          Perubahan berat badan; penurunan berat badan secara drastis, kaheksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
·         Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope
·         Nyeri/Kenyamanan
Nyeri abdominal atau rektal, lokasi, frekuensi, durasi
Gejala: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakit.
·         Pernafasan
Gejala: Merokok, Pemajanan asbes
·         Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Tanda: Demam
·         Seksualitas
Gejala: Masalah seksual; Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun; Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.
·         Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
·         Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
-          Riwayat kanker pada keluarga
-          Sisi primer: penyakit primer.
-          Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat.
-          Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk lokasi kanker dan pengobatan yang diberikan.
b. Diagnosa Keperawatan
1.  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3.  Risiko konstipasi/diare berhubungan dengan lesi obstruksi
4.  Nyeri(akut) berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
5.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan kesulitan bergerak
6.  Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
7.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
8.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi
9.  Gangguan pola tidur
10. Ansietas
11. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

REFERENSI
Black and Jacobs. (1997). Medical surgical nursing:  Clinical management for continuity of care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta: EGC
Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan kolostomi.”
Harahap, I.A. (2004).  "Perawatan pasien dengan kolostomi Pada penderita cancer colorectal.” Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-ikhsanuddin.pdf pada 19 april 2010Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.” http://www.puskesmas oke.com/doc/
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
            perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III).   Jakarta: EGC
Jong & Sjamsuhidajat. (1997). Buku ajar ilmu bedah.  (Edisi Revisi). Jakarta : EGC
Simon, H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer, Suzanne C. (2002).
Smeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Soeparman. (1994). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


No comments:

Post a Comment