LAPORAN
PENDAHULUAN
KANKER
KOLOREKTAL
A. PENDAHULUAN
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus
tengah sedangkan kolon kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Sekum.
Kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum didarahi oleh cabang
a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra, dan a.kolika
media. Sedangkan kolon transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid
dan sebagian besar rektum didarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika
sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Kolon dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksusu presakralis serta serabut
parasimpatis yang berasal dari n.vagus.Oleh karena distribusi persarafan usus
tengah dan usus belakang sehingga nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan
kanan akan berbeda. Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan
elektrolit, eksresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya
keluar. Kolon menerima 700-1000 ml cairan usus halus namun hanya 150-200 ml
yang dikeluarkan sebagai feses setiap
harinya
Karsinoma kolon (Ca. Colon) merupakan
jenis kanker yang banyak dijumpai di klinik dengan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi. Kanker kolon merupakan penyebab ke dua dari semua kematian kanker
di Amerika, baik pada pria maupun wanita dan hanya dilampai oleh kanker
paru-paru dan mammae. Klien yang mengalami Ca.
Colon membutuhkan perawatan profesional dan dukungan keluarga yang
adekuat. Klien memerlukan tindakan pembedahan berupa laparotomi
(pembukaan dinding abdomen ) dan kolostomi (pembuatan lubang melalui dinding
abdomen ke dalam kolon iliaka untuk mengeluarkan feces ) dilakukan untuk
mengatasi masalah eliminasi.
Secara epidemilogis, kanker kolorektal
didunia mencapai urutan ke 4 dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki
sedikir lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per
100.000 penduduk. Di Amerika Serikat, kanker kolorektal menempati penyebab
kematian kedua terbanyak dari seluruh kasus kanker dan rata-rata pasien berusia
67 tahun dan labih dari 50 % kematian terjadi
pada mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Di Indonesia, didapatkan angka yang agak
berbeda seperti yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Patologik Anatomi Indonesia bahwa
kanker kolorektal cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dari
laporan negara Barat. Data yang
didapatkan dari bagian Anatomi FK UI bahwa pasien yang berusia di bawah 40
tahun adalah 35, 26%.
B.
DEFINISI
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam
permukaan usus besar (kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal
berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk
polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya
saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam
waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal
adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15% di kolon
desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip dapat dibagi
menjadi 3 jenis yaitu neoplasma epithelium, nonneoplasma, dan submukosa.
Klasifikasi polip kolorektal
Epithelium
|
Submukosa
|
|
Neoplasia
|
Nonneplasia
|
|
Premaligna
Tubular
Tubulo Villousum
Villousum
Displasia rendah
Displasia berat
(karsinomaintra mukosa)
Maligna/karsinoma
Karsinomatosus
Polip maligna
|
Mukosa
Hiperplastik
Inflamatosa
Pseudo polip
Juvenile
Peutz-Jeghers
Dan lain-lain
|
Limfoid hyperplasia
Pneumatosis cystoids intestinalis
Colitis cystica profunda
Lifoma
karsinoid
lesi metastasis
leiomioma
Hemangioma
Fibroma
Endometriosis
Dan lain-lain
|
C.
ETIOLOGI DAN
FAKTOR RISIKO
Kanker kolon
dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus
dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau
kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1.
Peradangan (inflamasi)
usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2.
Riwayat keluarga.
3.
Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)
merupakan penyakit keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia
muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit.
4.
Familial adenomatous polyposis
(FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan
ratusan polip pada kolon dan rektum.
5.
Pola makan dan gaya
hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi dan lamanya
waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan
risiko kanker kolorektal.
6.
Diabetes, meningkatkan
40 % berkembangnya kanker kolorektal
7.
Rokok dan alkohol
8.
Riwayat polip atau
kanker kolorektal
D.
PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang
dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara
tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala,
penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus
dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer
dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari
tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas
melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
¯
Polip maligna
¯
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas
kedalam struktur sekitarnya
¯
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar
ke bagian tubuh yang lain
Penyebaran kanker kolon dapat
melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat,
melalui sistem limpatikus dan hematogen,
serta melalui implantasi sel ke
daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan
bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan
aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ
sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran
limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran
hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis
karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
Sebagian besar tumor maligna
(minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black
dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul
dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih
banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan
cara:
1.
Menyebar
secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen
dari kolon
transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan
organ reproduksi.
2.
Melalui
saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru,
ginjal dan tulang.
3.
Tertanam ke rongga abdomen.
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :
1. Perdarahan rektum
2. Perubahan pola BAB
3. Tenesmus
4. Obstruksi intestinal
5. Nyeri abdomen
6. Kehilangan berat badan
7. Anorexia
8. Mual dan muntah
9. Anemia
10. Massa palpasi
Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang
terkena kaeganasan
Colon Kanan
|
Colon Kiri
|
Rektal/Rectosigmoid
|
§ Nyeri
dangkal abdomen.
§ anemia
§ melena (feses hitam, seperti ter)
§ dyspepsia
§ nyeri
di atas umbilicus
§ anorexia,
nausea, vomiting
§ rasa tidak nyaman diperut kanan bawah
§ teraba
massa saat
palpasi
§ Penurunan BB
|
§ Obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan
distensi )
§ Adanya darah segar dalam feses.
§ Tenesmus
§ Perdarahan rektal
§ Perubahan pola BAB
§ Obstruksi intestine
|
§ Evakuasi
feses yang tidak lengkap setelah defekasi.
§ Konstipasi
dan diare bergantian.
§ Feses
berdarah.
§ Perubahan
kebiasaan defekasi.
§ Perubahan
BB
|
(Smeltzer
dan Bare, 2002 dan Black
dan Jacob, 1997)
:
|
Kolon kanan
|
Kolon kiri
|
Rektum
|
Aspek klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsi
Memburuknya keadaan umum
Anemia
|
Kolitis
Karena penyusupan
Diare /diare berkala
Jarang
Okul
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
|
Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Okul /makroskopik
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
|
Proktitis
Karena tenesmi
Tenesmi terus-menerus
Tidak/jarang
Makroskopik
Perub bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
|
F.
KLASIFIKASI
DAN STADIUM
- Duke
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
- Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
|
T
|
N
|
M
|
Duke
|
0
|
Tis
|
N0
|
M0
|
-
|
I
|
T1
T2
|
N0
N0
|
M0
M0
|
A
|
II A
II B
|
T3
T4
|
N0
N0
|
M0
M0
|
B
|
III A
III B
III C
|
T1-T2
T3-T4
Any T
|
N1
N1
N2
|
M0
M0
M0
|
C
|
IV
|
Any T
|
Any N
|
M1
|
D
|
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
Klasifikasi
Histologi
1.
Adenocarcinoma
(berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
2.
Adenocarcinoma
musinosum (berlendir)
3.
Signet
Ring Cell Carcinoma.
Signet Ring Cell
Carcinoma merupakan
salah satu jenis kanker kolorektal dengan
bentuk sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah
permata yang sebenarnya adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel
dipenuhi oleh mukus. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan
jenis sel kanker yang bersifat ganas dan berprognosis buruk; banyak ditemukan
pada penderita kanker kolorektal dengan usia muda (<50 tahun).
4.
Carcinoma sel skuamosa.
5.
Carsinoma recti
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Palpasi
Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba
pada palpasi perut, bila
teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih
jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2.
Fecal occult blood test,
pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3.
Colok dubur. Untuk
mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
·
Tonus sfingter ani
(keras atau lembek)
·
Mukosa (kasar,
kaku, licin atau tidak)
·
Ampula rektum
(kolaps, kembung, atau terisi feses)
Tumor
dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal
sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat
ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
4.
Barium enema,
pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien
diberikan cairan barium ke dalam rektum
5.
Endoskopi
(sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan
teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah
abnormal lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi
dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel
dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan
enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy
lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan
visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak
membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif
kolitis
6.
Biopsi, tindakan
pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah
mikroskop.
7.
Jumlah
sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel
darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
8.
Test
Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua
kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
9.
CEA
(carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi
oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena
test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari
separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening
atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai
prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti
pemotongan pembedahan (Way, 1994).
10. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar
bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test
laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
11.
Barium
enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,
kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan
pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang.
Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam
mendeteksi rektum
12.
X-ray
dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
13.
CT
(computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan
ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain
melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
14. Whole-body
PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling
akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
15. Pemeriksaan
DNA Tinja.
H.
PENCEGAHAN
Terdapat 3 pencegahan kanker kolorektal, antara lain:
1.
Pencegahan Primer
·
Anjurkan
klien untuk mempertahankan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat
·
Anjurkan klien untuk
banyak minum
2.
Pencegahan sekunder
·
Promosikan
deteksi dini dengan rektal touche untuk mereka yang berusia lebih dari 40 tahun
·
Monitor klien yang
berusia lebih dari 50 tahun dengan guaiak test dan rectal
touche setiap tahun
·
Evaluasi klien dengan sigmoidoscopy
fleksibel setiap 3–5 tahun pada orang dengan risiko rata-rata, bagi yang berisiko di atas rata-rata
evaluasi dengan colonoscopy dengan barium enema setiap
2-3 tahun
3.
Pencegahan tersier
·
Anjurkan
penggunaan bulk laksative (Metamucil)
untuk klien dengan risiko tinggi
·
Promosikan skrining secara regular pada orang
dengan 1 atau 2 risiko kanker
kolorektal
·
Anjurkan
klien
untuk mengikuti diet tinggi serat
dan rendah lemak
I.
PENATALAKSANAAN
1.
Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan
IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna,
terapi komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit
dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling
sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya
diberikan selain pengobatan bedah
yang mencakup kemoterapi, terapi
radiasi, dan imunoterapi.
·
Terapi radiasi:
sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan membuat
mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan
termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang
digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
·
Kemoterapi:
kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi
yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU))
untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti
bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel
kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung
microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat
dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan
sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).
2.
Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker
kolorektal.
Tipe
pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan, sebagai
berikut:
a.
Pada
tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan
hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura
hepatika dilakukan
juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri
kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri
mesentrika superior.
b.
Pada tumor transversum
Dilakukan
reseksi kolon transversum (transvesektomi)
kemudian dilakukan anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah
arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan
kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.
d.
Tumor
rektum
Pada tumor
rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan)
dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi
dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal
perineal (Abdomino Perineal
Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy.
Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal
menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul
antara ujung rektum
yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus
pneternaturalis. Reseksi anterior rendah
(Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui
laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis
kolorektal/koloanal rendah.
e.
Tumor
sigmoid
Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di pangkal arteri
mesentrika inferior.
Selain tindakan pembedahan, klien juga
harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa kemoterapi dan
radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien harus
menjalani terapi lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan
secara komprehensif dan berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
kondisi tubuhnya, menjalani terapi secara kooperatif dan dapat bersosialisasi
kembali di masyarakat. Identifikasi masalah
keperawatan klien sangat penting, terkait dengan intervensi dan implementasi
yang akan dilakukan terhadap klien selama hospitalisasi sehingga tercapai
asuhan keperawatan yang optimal.
Karsinoma pada colon menimbulkan
perubahan pada kebiasaan buang air besar. Karsinoma pada colon sebelah kanan
menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi karsinoma pada colon sebelah kiri
menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat menunjukkan gambaran klinis berupa:
darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat badan dan anemia, palpasi
dapat mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan, keadaan ini dapat memberikan
gambaran klinis berupa obstruksi intestinum Pasien
dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat
perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen
darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti
berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.
Pembedahan adalah
tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal. Pembedahan dapat
bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat
diangkat dengan kolonoskop.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran
tumor.
-
LAR (Low Anterior
Resection)
-
HCT (Hemi Colorectal)
-
APR (Abdominal Parietal
Resection): dilakukan kolostomi permanen
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut
(Doughty & Jackson, 1993):
a.
Reseksi
abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan
porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
b.
Kolostomi sementara
diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta reanastomosis lanjut
dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum
reseksi)
c.
Reseksi segmental
dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis pertumbuhan,
pembuluh darah dan nodus limfatik)
d.
Kolostomi permanen atau
ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik
perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga
pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon
secara bedah. Stoma ini dapat berfungsisebagai diversi sementara atau permanen.
Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi
drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor
dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada
beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di
kolon; massa tumor kemudian di eksisi.
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu
hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.
Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah,
Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi dapat berupa secostomy, colostomy
transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat
jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian tersebut
terfixir retroperitoneal. Kolostomi pada bayi dan anak hampir selalu merupakan
tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang
pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Keadaan yang diperbolehkan dilakukan pembedahan
(kolostomi)
1.
Peradangan dibagian
usus halus
2.
Cacat/kelainan
bawaan
3.
Kecelakaan atau
trauma yang mengenai bagian perut
4.
Adanya sumbatan di
anus
5.
Kanker
Jenis – jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan
tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan
pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara.
Ø Kolostomi
Permanen
Pembuatan
kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak memungkinkan
untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses
melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel (
dengan satu ujung lubang)
Ø Kolostomi
Temporer/ sementara
Pembuatan
kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses
sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen
ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang
dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Tipe
kolostomi inkontinen
Ø Loop colostomy
Lokasi
di colon transversum, bersifat sementara, dilakukan pada kondisi darurat medis
dengan membuat 2 lubang usus yang dihubungkan.
Ø Endostomy
Terdiri
dari satu hubungan yang bagian usus berikutnya dibuang/dijahit tetapi masih
ada/tetap dalam rongga abdomen. Dilakukan untuk klien dengan terapi kolorektal.
Ø Single barrel/ end
stoma, hanya 1 stoma: dilakukan permanen;
bagian distal ditutup dan bagian proksimal yang terbuka
Ø Double barrel colostomy
Terdapat
2 hubungan di bagian proximal dan distal. Bagian proximal untuk drain feses dan
distal untuk drain mucus.
Ø Mukospicetel:
pada kasus Ca kolorektal yang tidak bisa diangkat sama sekali, dilakukan pada
bagian kolon descenden, bagian proksimal untuk mengeluarkan feses, bagian
distal untuk mengeluarkan mukus yang dihasilkan Ca
Jenis Kantung:
o Drainable
(terbuka bawahnya), memiliki klem: digunakan untuk menampung feses
o Close
end (tidak ada lubang dibawahnya): digunakan untuk menampung feses
o Puff
drain (memiliki lubang dan seperti selang dibawahnya: digunakan untuk menampung
urin
Bagian Plate:
o Faceplate:
bagian melingkar yang ditempel ke tubuh klien
o One
piece, clear (transparan) drainable
o One
piece, opaq (buram/kecoklatan) drainable
o Stoma
cap: untuk menutup stoma, tidak perlu kantung
Letak
Anastomi Kolostomi:
o Ileustomy
Lubang
pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif regional dan pengalihan isi pada kanker
kolon, polip, dan trauma yang biasanya berbentuk permanen. Cairan yang keluar
cenderung konstan dan tidak dapat diatur, mengandung enzim-enzim percernaan
yang dapat mengiritasi permukaan kulit.
o Colostomy asenden
Drainage yang keluar berbentuk cairan dan tidak teratur
serta lebih bau.
o Colostomy transversum
Drainage
yang keluar berbentuk padat karena cairan sudah direabsorbsi dan biasanya
pengeluaran tidak terkontrol.
o Colostomy desenden
Produksinya
lebih padat. Feses yang keluar dari sigmoid normal dan frekuensinya dapat
diatur sehingga klien tidak harus menggantinya setiap saat dan baunya
tergantung diet.
Komplikasi Kolostomi:
§ Prolapsàmerupakan
penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.Prolaps dapat
dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium
kadang-kadang sampat loop ilium, adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang
mengalami penonjolan. Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor
Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang,
tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah
serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
§ lritasi
KulitàHal ini terutama pada
colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung enzim pencernaan
yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar,
salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
§ DiareàMakin
ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya
normal.
§ Stenosis
StomaàKontraktur lumen è
terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
§ Hernia
Paracolostomy
§ Pendarahan
Stoma
§ EviserasiàDinding
stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui
celah
§ lnfeksi
luka operasi
§ Retraksiàkarena fixasi yang kurang sempurna
§ Sepsis
dan kematian
Hal-hal yang
perlu dikaji pada pasien kolostomi:
v Keadaan
stomaàWarna stoma (normal warna
kemerahan), tanda-tanda perdarahan (perdarahan luka operasi), tanda-tanda
peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese), posisi stoma
v Apakah
ada perubahan eliminasi tinjaàKonsistensi,
bau, warna feces, apakah ada konstipasi / diare?apakah feces tertampung dengan
baik?apakah pasien dapat mengurus feces sendiri?
v Apakah
ada gangguan rasa nyeriàkeluhan
nyeri ada/tidak?hal-hal yang menyebabkan nyeri, kualitas nyeri, kapan nyeri
timbul (terus menerus / berulang), apakah pasien gelisah atau tidak?
v Apakah
kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhiàTidur
nyenyak/tidak?Apakah stoma mengganggu tidur/tidak?Adakah faktor lingkungan
mempersulit tidur?Adakah faktor psikologis mempersulit tidur?
v Bagaimana
konsep diri pasienàBagaimana persepsi pasien terhadap:
identitas diri,harga diri,ideal diri,gambaran diri & peran
v Apakah
ada gangguan nutrisiàBagaimana nafsu makan klien?BB
normal atau tidak?Bagaimana kebiasaan makan pasien?Makanan yang menyebabkan
diarhe?Makanan yang menyebabkan konstipasi?
v Apakah
pasien seorang yang terbuka ?Maukah pasien mengungkapkan masalahnya?Dapatkah
pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian tubuhnya diangkat?
v Kaji
kebutuhan klien akan kebutuhan seksualàTanyakan
masalah kebutuhan seksualn klien?Apakah Isteri/Suami memahami keadaan klien?
Penanganan Kolostomi
Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat
mengambil alih perawatan secara mandiri. Perawatan kulit harus diajarkan
bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan
irigasi.
a.
Perawatan kulit:
Pasien
dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut
dengan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Selama kulit
dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutup stoma atau tampon vagina dapat
dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorbsi kelebihan drainase. Pasien diizinkan untuk
mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester mikropor
yang dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit
dikeringkan dengan seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut.
b.
Memasang kantung drainase:
Stoma
diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar
0,3cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai proedur. Kantung
kemudian dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas
stoma selama 30 detik. Iritasi kulit ringan memerlukan taburan bedak Karaya
atau bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
c.
Menangani kantung drainase:
Kantung
kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi; dan diganti dengan balutan
yang lebih sederhana. Pasien dapat memilih berbagaibentuk kantung, tergantung
pada kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai dan tahan bau.
Untuk
selanjutnya kantung kolostomi biasanya tidak diperlukan. Segera setelah pasien
belajar evakuasi rutin, kantung dapat disimpan dan kantung kolostomi tertutup
atau balutan sederhana menggunakan tisu sekali pakai, dipertahankan di
tempatnya dengan sabuk elastis. Kecuali gas dan sedikit mukus, tidak ada isi
usus yang akan keluar dari lubang kolostomi di antara irigasi; karenanya
kantung kolostomi tidak diperlukan.
d.
Mengangkat alat:
Alat
drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian
sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya
dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman
dan dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil
menarik kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit
dari trauma dan mencegah adanya isi fekal cair yang tercecer keluar.
IRIGASI KOLOSTOMI
a.
Indikasi Tindakan
Irigasi
kolostomi merupakan prosedur mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan yang
baru, yang harus dilakukan pada klien dengan kanker kolon dan/atau rektum yang
telah dibuatkan cara dan lokasi evakuasi kotoran melalui operasi saluran cerna.
Irigasi dapat dilakukan paling dini 5-6 hari setelah operasi.
b.
Tujuan Tindakan
Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi kolon
(dari feces, gas, lendir), membersihkan saluran cerna bagian bawah, menetapkan
pola evakuasi yang teratur sehingga kegiatan normal tidak terganggu dan
memberikan kenyamanan pada klien.
c.
Alat yang Dipersiapkan
·
Sarung tangan bersih
·
Irigator (wadah khusus
untuk irigasi)
·
Cairan irigasi (air
masak, hangat kuku) 500-1500 cc, atau cairan lain untuk irigasi sesuai program
medis
·
Selang
·
Konektor (penyambung
selang)
·
Klem (yang bisa dipakai
dengan hanya menggunakan satu tangan)
·
Kateter karet no. 22
atau 24 atau corong plastik khusus untuk irigasi kolostomi
·
Kantung/sarung irigasi
(yang bisa ditempelkan)
·
Kantung palstik untuk
tempat sampah/barang yang basah
·
Kertas toilet, handuk
·
Perlak
·
Sabun
·
Salep Mukosantin , jika
terjadi iritasi (jamur)
·
Stoma powder (ostomi
powder)
·
Stomahessive pasta
(membuat permukaan kulit jadi baik dan sebagai skin barrier)
·
Ukuran stoma atau
diganti spidol
d.
Tindakan
Ø Persiapan klien
-
Mengucapkan salam
terapeutik
-
Memperkenalkan diri
-
Menjelaskan pada klien
dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
-
Penjelasan yang
disampaikan dimengerti klien/keluarganya
-
Selama komunikasi
digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
-
Klien/keluarga diberi
kesempatan bertanya untuk klarifikasi
-
Privasi klien selama
komunikasi dihargai.
-
Memperlihatkan
kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi
dan melakukan tindakan
-
Membuat kontrak (waktu,
tempat, dan tindakan yang akan dilakukan)
Ø Prosedur
-
Mencuci tangan
-
Menjelaskan tujuan dan
prosedur irigasikolostomi pada klien
-
Menyaipkan klien untuk
irigasi kolostomi:
§ Memilih
waktu yang tepat untuk irigasi kolostomi
§ Menggantungkan
irigator 45-50 cm diatas stoma (setinggi bahu klien, bila duduk)
§ Mendudukkan
klien di depan commode atau di commode
§ Mengangkat
balutan/kantung kolostomi dan memasukkan kedalam kantung palstik yang sudah
disediakan
-
Memasang lengan (sarung)
irigasi ke stoma dan meletakkan ujungnya dalam commode/toilet
-
Mengalirkan cairan
melalui selang dan corong irigasi
-
Memberi pelumas pada
kateter dan memasukkan ke stoma dengan cermat (tidak boleh lebih dari 8 cm);
memegang corong dengan baik
-
Bila kateter tidak bisa
masuk dengan mudah, mengalirkan cairan secaraperlahan ketika memasukkan kateter
dan tidak memaksa kateter masuk
-
Mengalirkan cairan ke
kolon perlahan-lahan. Menghentikan cairan (mengklem selang) bila terjadi kram
perut dan memberi klien waktu untuk istirahat sejenak, sebelum melanjutkan
prosedur. Cairan dialirkan dalam waktu 5-10 menit
-
Mempertahankan corong
pada tempatnya selama 10 menit setelah cairan dimasukkan, kemudian angkat
perlahan-lahan
-
Memberi waktu selama 10
menit agar cairan mengalir keluar; mengeringkan ujung kantung irigasi dan menempelkan
ke atas (mengklem ujung kantung)
-
Mempertahankan kantung
di tempat selama 20 menit dan menganjurkan klien untuk ambulasi.Setelah
tindakan selesai:
§ Membersihkan
dan mengeringkan area stoma dengan air dan sabun
§ Memasang
perlindungan kulit dan mengganti balutan pada kolostomi
-
Mendokumentasikan
prosedur dan respons klien pada catatan klien
-
Mencuci alat bekas
pakai dengan air dan sabun, mengeringkan dan menyimpannya kembali
Perawatan klien dengan
kolostomi:
I.
PREOPERATIF
Ø Hubungi
perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi lokasi stoma
dan pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di latih untuk bekerja
dengan klien dalam merencanakan penanganan kolostomi. Faktor-faktor seperti
berat badan klien, cara berpakaian klien, dan garis pinggang dipertimbangkan
dalam penempatanstoma untuk memfasilitasi rasa nyaman dalam perawatan jangka
panjang dan mempermudah penanganan.
Ø Jawab
pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari informasi yang
diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperatif dan postoperatif dengan
baik akan berkurang rasa cemas dan mampu bekerjasama dalam penanganan dengan
lebih baik.
Ø Rujuk
ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan seseorang yang
telah memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih nyaman dengan
kolostomi.
II.
POSTOPERATIF
Ø Kaji
lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indikator letak
lokasi pemotongan usus dan prediktor tipe drainase fekal.
Ø Kaji
tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian stoma
dan kondisi kulit penting diawal periode postoperatif, kalau-kalau terkadi
komplikasi untuk segera ditangani.
Ø Posisi
kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi lebih
banyak mukus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal. Mulainya usus
berfungsi, fekal akan menjadi normal. Konsistensi drainase tergantung pada
stoma di bagian lokasi usus.
Ø Kolostomi
desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan kantong drainable
atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir sama dengan pola eliminasi
normal klien sebelum operasi. Banyak klien akan buang air besar tiap hari dan
tidak terus menerus menggunakan kantong atau sistem drainase. Untuk lebih aman
gunakan kantong transparan.
Ø Bila
perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon sesuai
prosedur irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon. Klien dapat
melakukan irigasi kolon tiap hari.
Ø Bila
dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau kolostomi
loop, irigasi stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan jari pada
usus langsung dari stoma dapat menolong membedakanyang mana stoma proksimal.
Usus bagian distal tidak mengandung fekal dan tidak perlu diirigasi. Kadang-kadang
dapat diirigasi hanya untuk membersihkan terutama reanastomosa.
Ø Pengosongan
kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila diperlukan atau saat
telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong kepenuhan, beratnya dapat merusak
kantong dan perekat dan menyebabkan kebocoran.
Ø Klien
dengan kolostomi asending atau transversal tidak dilakukan irigasi. Hanya
sebagian kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan terus
menerus.
Ø Berikan
perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang baik penting
untuk mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk pertahanan utama
terhadap infeksi.
Ø Gunakan
bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau “karaya paste”,
dan “wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kantong ostomi.
Ini kadang-kadang penting bagi klien dengan kolostomi loop. Tantangan bagi
klien dengan kolostomi loop transverse adalah untuk menjaga keamanan kantong
stoma diatas jembatan plastik.
Ø Sebuah
lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar. Lubang ini dapat
ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi untuk kontrol bau.
Kantong ostomi dapat menggembung keluar, merusak integritas kulit, bila gas
terkumpul terlalu banyak
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
·
Aktifitas/Istirahat
Gejala:
-
Kelemahan dan atau
keletihan
-
Perubahan pada pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, berkeringat malam.
-
Keterbatasan
partisipasi dalam hobi, latihan.
-
Pekerjaan atau profesi
dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
·
Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada
pada pengerahan kerja.
Tanda: perubahan
pada tekanan darah.
·
Intregritas Ego
Gejala:
-
Faktor stress dan cara
mengatasi stress.
-
Masalah tentang
perubahan dalam penampilan.
-
Menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri,
marah.
·
Eliminasi
Warna, bau, konsistensi
feses, mencakup adanya darah atau mukus; riwayat penyakit inflamasi kronis atau polip rektal,
darah dalam feses
Gejala:
-
Perubahan pola
defekasi, seperti darah pada feses, nyeri saat defekasi.
-
Perubahan eliminasi
urin
Tanda: Perubahan bising usus,
distensi abdomen.
·
Makanan/Cairan
Kebiasaan diit, masukan lemak dan atau serat, penurunan
BB, konsumsi alkohol, bising usus, nyeri tekan, distensi dan massa padat.
Gejala:
-
Kebiasaan diet buruk,
seperti rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet.
-
Anoreksia, mual/muntah.
-
Intoleransi makanan
-
Perubahan berat badan;
penurunan berat badan secara drastis, kaheksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
·
Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope
·
Nyeri/Kenyamanan
Nyeri abdominal atau rektal,
lokasi, frekuensi, durasi
Gejala: Tidak
ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakit.
·
Pernafasan
Gejala: Merokok, Pemajanan asbes
·
Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia
toksik, karsinogen.
Tanda: Demam
·
Seksualitas
Gejala: Masalah
seksual; Nuligravida lebih besar
dari usia 30 tahun; Multigravida,
pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.
·
Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan
sistem pendukung.
·
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
-
Riwayat kanker pada
keluarga
-
Sisi primer: penyakit
primer.
-
Penyakit metastatik:
sisi tambahan yang terlibat.
-
Riwayat pengobatan:
pengobatan sebelumnya untuk lokasi kanker dan pengobatan yang diberikan.
b. Diagnosa
Keperawatan
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh
3. Risiko
konstipasi/diare
berhubungan dengan lesi obstruksi
4. Nyeri(akut)
berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik dan kesulitan bergerak
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah dan dehidrasi
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
insisi bedah (abdomen dan perianal), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal
terhadap kulit periostomal
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
kolostomi
9. Gangguan pola
tidur
10. Ansietas
11. Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
REFERENSI
Black
and Jacobs. (1997). Medical surgical nursing: Clinical management for continuity of care.
(Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner
dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta: EGC
Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan
kolostomi.”
Harahap,
I.A. (2004). "Perawatan pasien
dengan kolostomi Pada penderita cancer colorectal.” Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-ikhsanuddin.pdf
pada 19 april 2010Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.” http://www.puskesmas
oke.com/doc/
Doenges
Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC
Jong &
Sjamsuhidajat. (1997). Buku ajar ilmu bedah.
(Edisi Revisi). Jakarta : EGC
Simon,
H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer, Suzanne C.
(2002).
Smeltzer
and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Soeparman.
(1994). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
No comments:
Post a Comment